https://www.seminarisdmhokeng.sch.id/beritahttps://www.seminarisdmhokeng.sch.id/berita Berita

Berita

Opini-Hidup Hanya Sekali!!! Yakin Mau Bunuh Diri?


 

https://i.imgur.com/buxA522.jpeg

Hidup Hanya Sekali!!! Yakin Mau Bunuh Diri?

Oleh: Hipolitus Bura Lebuan

(Siswa Seminari San Dominggo Kelas XII)

 

POS-KUPANG.COM - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) baru-baru ini dihebohkan dengan kasus bunuh diri yang dilakukan seorang prajurit TNI  di Kabupaten Rote Ndao pada Minggu, 12 Januari 2025. 

Selang lima hari kemudian, pada Jumat, 17 Januari, kasus serupa menimpa seorang mahasiswa di salah satu universitas di Kota Kupang yang masih berusia 25 tahun. 

Masih kasus yang sama, pada Senin 20 Januari, seorang karyawan minimarket di kelurahan Penkase Oeleta, Kecamatan Alak, Kota Kupang ditemukan tewas mengenaskan di dalam gudang minimarket tempat ia bekerja. Mirisnya, tiga korban ini mengakhiri hidup mereka dengan cara gantung diri.

            Belum sampai satu bulan, kasus bunuh diri sudah memakan tiga korban jiwa. Maka tak heran , bunuh diri telah menjadi fenomena tren di Provinsi ini. 

 

Apasih Bunuh Diri Itu?

            Emile Durkheim, seorang sosiolog dan antropolog yang terkenal asal Prancis, dalam bukunya Suicide: A Study in Sociology yang dipublikasikan pada tahun 1987 menyajikan banyak pembahasan menarik tentang bunuh diri. 

Menurut Durkheim (1975 : 44), bunuh diri merupakan segala bentuk kematian baik secara langsung maupun tidak langsung oleh tindakan negatif atau positif dari korban tersebut yang ia ketahui akibat dari tindakannya itu. Bunuh diri adalah tindakan kompleks dan memprihatinkan yang tidak hanya melibatkan individu yang melaksanakan tindaakan tersebut  tetapi juga berdampak besar pada keluarga, teman dan masyarakat. Bunuh diri adalah salah satu permasalahan sosial dan psikologis yang sangat serius, yang sering kali dipandang sebagai jalan terakhir bagi individu yang merasa putus asa.  Menurut World Health Organiztion (WHO), per 28 Agustus 2023 terdapat lebih dari 700.000 orang meFaninggal yang di akibatkan karena bunuh diri setiap tahunnya dan bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi keempat pada usia 18-29 tahun. Pada usia tersebut biasa di kenal dengan sebutan Emerging Adulthood, istilah yang banyak digunakan untuk menggambarkan perubahan dari masa remaja menuju dewasa. Hal inilah menunjukkan bahwa bunuh diri bukanlah isu yang diabaikan melainkan sesuatu yang memerlukan perhatian yang serius dan khusus.

 

Faktor-faktor Apa yang Membuat Seseorang Melakukan  Bunuh Diri?

            Penyebab seseorang melakukan bunuh diri sangat kompleks dan sering kali melibatkan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Secara umum, faktor penyebabnya bisa dibagi menjadi beberapa kategori utama, yang meliputi aspek psikologis, sosial, ekonomi, dan biologis. Faktor utama bunuh diri seringkali berhubungan dengan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan atau gangguan stress pascatrauma (PTSD). Banyak orang berjuang dengan masalah ini merasa terisolasi dan tidak memiliki jalan keluar, sehingga mereka melihat bunuh diri sebagai satu-satunya solusi untuk mengakhiri penderitaan mereka. Selain itu, tekanan sosial, masalah keluarga, atau kegagalan dalam kehidupan pribadi juga dapat memperburuk kondisi seseorang.

            Kasus yang terjadi di NTT ini menunjukkan bagaimana faktor keluarga, tekanan sosial dan ekonomi sering menjadi latar belakang terjadinya tindakan bunuh diri dan bisa menjadi pemicu yang tragis ketika seorang tidak memiliki mekanisme pengolaan emosi yang baik. Diusia muda seringkali belum mampu mengekspersikan perasaan mereka dengan sehat sehingga tahanan emosional kecil sekalipun dapat memicu tekanan yang drastiss.

            Seperti kasus pada prajurit TNI karena tekanan adat dan tradisi seperti belis yang mahal menciptakan beban psikologis yang berat, terutama bagi mereka yang merasa gagal dalam memenuhi ekspektasi budaya. Ketika bunuh diri seperti  ini viral, kita sedang menghadapi tantangan serius, dimana pemberitahuan tentang bunuh diri dapat memicu peniruan oleh individu lain yang sedang berada dalam tekanan psikologis. Dampak dari kasus, ini menjadi viral juga sangat merugikan. Mengapa? Karena informasi yang berlebihan seperti cara bunuh diri, alas an pribadi korban melakukan tindakan bunuh diri dapat memberikan “ide” pada individu lain yang sedang menghadapi tantangan yang sama. Ini adalah alarm bagi semua pihak mulai dari keluarga, komunitas hingga media untuk lebih  berhati-hati dan lebih proaktif dalam menangani isu ini.

 

Bagaimana Solusi dalam Menangani Masalah Ini?

            Bunuh diri adalah masalah yang harus kita hadapi dengan empati, kesadaran, dan tindakan nyata. Untuk mencegahnya, kita perlu bekerja sama untuk mengurangi stigma terhadap gangguan mental, menyediakan dukungan yang cukup bagi mereka yang membutuhkan, serta meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental. Dalam hal ini, peran keluarga, teman, masyarakat, dan pemerintah sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan peduli. Dengan langkah-langkah tersebut, kita bisa berharap dapat mengurangi angka bunuh diri dan memberikan mereka yang sedang berjuang kesempatan untuk menemukan harapan dan bantuan yang mereka butuhkan. Untuk mengatasi kasus bunuh diri ini dapat di mulai dari lingkup kecil yaitu keluarga. Keluarga dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan dapat menjadi tempat paling nyaman untuk berkeluh kesah. Kita sebagai teman juga harus lebih perduli dengan kondisi sekitar, mendukung serta mengingatkan hal-hal positif kepada sesama. Untuk lingkup perguruan tinggi, di harapkan dapat menyediakan tempat layanan bimbingan konseling serta dukungan psikologis yang mudah di akses untuk para mahasiwa. Mulailah dari hal sederhana dan bersama-sama kita dapat mengatasi kasus bunuh diri ini. Kita  harus menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental bagi semua orang.[1]  Untuk kasus di NTT, tradisi adat seperti belis yang memberatkan harus dievaluasi agar lebih relevan dengan kondisi masyarakat. JANGAN BUNUH DIRI KARENA ANDA TIDAK SENDIRI!!!!

 

Opini-Hidup Hanya Sekali!!! Yakin Mau Bunuh Diri?


 

https://i.imgur.com/buxA522.jpeg

Hidup Hanya Sekali!!! Yakin Mau Bunuh Diri?

Oleh: Hipolitus Bura Lebuan

(Siswa Seminari San Dominggo Kelas XII)

 

POS-KUPANG.COM - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) baru-baru ini dihebohkan dengan kasus bunuh diri yang dilakukan seorang prajurit TNI  di Kabupaten Rote Ndao pada Minggu, 12 Januari 2025. 

Selang lima hari kemudian, pada Jumat, 17 Januari, kasus serupa menimpa seorang mahasiswa di salah satu universitas di Kota Kupang yang masih berusia 25 tahun. 

Masih kasus yang sama, pada Senin 20 Januari, seorang karyawan minimarket di kelurahan Penkase Oeleta, Kecamatan Alak, Kota Kupang ditemukan tewas mengenaskan di dalam gudang minimarket tempat ia bekerja. Mirisnya, tiga korban ini mengakhiri hidup mereka dengan cara gantung diri.

            Belum sampai satu bulan, kasus bunuh diri sudah memakan tiga korban jiwa. Maka tak heran , bunuh diri telah menjadi fenomena tren di Provinsi ini. 

 

Apasih Bunuh Diri Itu?

            Emile Durkheim, seorang sosiolog dan antropolog yang terkenal asal Prancis, dalam bukunya Suicide: A Study in Sociology yang dipublikasikan pada tahun 1987 menyajikan banyak pembahasan menarik tentang bunuh diri. 

Menurut Durkheim (1975 : 44), bunuh diri merupakan segala bentuk kematian baik secara langsung maupun tidak langsung oleh tindakan negatif atau positif dari korban tersebut yang ia ketahui akibat dari tindakannya itu. Bunuh diri adalah tindakan kompleks dan memprihatinkan yang tidak hanya melibatkan individu yang melaksanakan tindaakan tersebut  tetapi juga berdampak besar pada keluarga, teman dan masyarakat. Bunuh diri adalah salah satu permasalahan sosial dan psikologis yang sangat serius, yang sering kali dipandang sebagai jalan terakhir bagi individu yang merasa putus asa.  Menurut World Health Organiztion (WHO), per 28 Agustus 2023 terdapat lebih dari 700.000 orang meFaninggal yang di akibatkan karena bunuh diri setiap tahunnya dan bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi keempat pada usia 18-29 tahun. Pada usia tersebut biasa di kenal dengan sebutan Emerging Adulthood, istilah yang banyak digunakan untuk menggambarkan perubahan dari masa remaja menuju dewasa. Hal inilah menunjukkan bahwa bunuh diri bukanlah isu yang diabaikan melainkan sesuatu yang memerlukan perhatian yang serius dan khusus.

 

Faktor-faktor Apa yang Membuat Seseorang Melakukan  Bunuh Diri?

            Penyebab seseorang melakukan bunuh diri sangat kompleks dan sering kali melibatkan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Secara umum, faktor penyebabnya bisa dibagi menjadi beberapa kategori utama, yang meliputi aspek psikologis, sosial, ekonomi, dan biologis. Faktor utama bunuh diri seringkali berhubungan dengan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan atau gangguan stress pascatrauma (PTSD). Banyak orang berjuang dengan masalah ini merasa terisolasi dan tidak memiliki jalan keluar, sehingga mereka melihat bunuh diri sebagai satu-satunya solusi untuk mengakhiri penderitaan mereka. Selain itu, tekanan sosial, masalah keluarga, atau kegagalan dalam kehidupan pribadi juga dapat memperburuk kondisi seseorang.

            Kasus yang terjadi di NTT ini menunjukkan bagaimana faktor keluarga, tekanan sosial dan ekonomi sering menjadi latar belakang terjadinya tindakan bunuh diri dan bisa menjadi pemicu yang tragis ketika seorang tidak memiliki mekanisme pengolaan emosi yang baik. Diusia muda seringkali belum mampu mengekspersikan perasaan mereka dengan sehat sehingga tahanan emosional kecil sekalipun dapat memicu tekanan yang drastiss.

            Seperti kasus pada prajurit TNI karena tekanan adat dan tradisi seperti belis yang mahal menciptakan beban psikologis yang berat, terutama bagi mereka yang merasa gagal dalam memenuhi ekspektasi budaya. Ketika bunuh diri seperti  ini viral, kita sedang menghadapi tantangan serius, dimana pemberitahuan tentang bunuh diri dapat memicu peniruan oleh individu lain yang sedang berada dalam tekanan psikologis. Dampak dari kasus, ini menjadi viral juga sangat merugikan. Mengapa? Karena informasi yang berlebihan seperti cara bunuh diri, alas an pribadi korban melakukan tindakan bunuh diri dapat memberikan “ide” pada individu lain yang sedang menghadapi tantangan yang sama. Ini adalah alarm bagi semua pihak mulai dari keluarga, komunitas hingga media untuk lebih  berhati-hati dan lebih proaktif dalam menangani isu ini.

 

Bagaimana Solusi dalam Menangani Masalah Ini?

            Bunuh diri adalah masalah yang harus kita hadapi dengan empati, kesadaran, dan tindakan nyata. Untuk mencegahnya, kita perlu bekerja sama untuk mengurangi stigma terhadap gangguan mental, menyediakan dukungan yang cukup bagi mereka yang membutuhkan, serta meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental. Dalam hal ini, peran keluarga, teman, masyarakat, dan pemerintah sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan peduli. Dengan langkah-langkah tersebut, kita bisa berharap dapat mengurangi angka bunuh diri dan memberikan mereka yang sedang berjuang kesempatan untuk menemukan harapan dan bantuan yang mereka butuhkan. Untuk mengatasi kasus bunuh diri ini dapat di mulai dari lingkup kecil yaitu keluarga. Keluarga dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan dapat menjadi tempat paling nyaman untuk berkeluh kesah. Kita sebagai teman juga harus lebih perduli dengan kondisi sekitar, mendukung serta mengingatkan hal-hal positif kepada sesama. Untuk lingkup perguruan tinggi, di harapkan dapat menyediakan tempat layanan bimbingan konseling serta dukungan psikologis yang mudah di akses untuk para mahasiwa. Mulailah dari hal sederhana dan bersama-sama kita dapat mengatasi kasus bunuh diri ini. Kita  harus menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental bagi semua orang.[1]  Untuk kasus di NTT, tradisi adat seperti belis yang memberatkan harus dievaluasi agar lebih relevan dengan kondisi masyarakat. JANGAN BUNUH DIRI KARENA ANDA TIDAK SENDIRI!!!!