https://www.seminarisdmhokeng.sch.id/beritahttps://www.seminarisdmhokeng.sch.id/berita
Mrk
10:13-16
Fenomena
Yesus memarahi murid yang melarang anak-anak kecil datang untuk dijamah Yesus
menjadi peristiwa penting dalam sejarah iman Gereja katolik. Untuk masuk
kedalam kerajaan Allah, kita musti memiliki kerajaan Allah itu sendiri dan
menjadi pemilik kerajaan Allah, kita perlu berdamai dengan pemilik kerajaan
Allah sehingga kita bias menjadi pewaris sang pemilik itu.
Kata
pewaris sangat identik dengan anak. Tak heran Yesus sangat menghargai
anak-anak. Menjadi pewaris kiranya adalah orang yang sangat dipercaya, memiliki
keturunan untuk menjadi seorang pewaris. Hal ini tanpak dalam diri anak-anak
kecil.Yesus mengatakan bahwa barangsiapa tidak menyambut kerajaan Allah seperti
seorang anak kecil, ia tidak akan masuk kedalam kerajaannya; pertanyaan tapi, bukankah
anak kecil adalah mahkluk yang lemah dan sangat bergantung pada orang lain? Justru
ini adalah bagian yang menarik dari peristiwa ini. Anak kecil sudah sangat
lengkap mendeskripsikan wujud asli manusia dari sudut pandang Allah. Sejatinya
manusia itu lemah, tidak bisa tanpa orang lain, butuh bantuan Allah sudah
melambangkan ketidakmampuan manusia; Dengan demikian secara tidak langsung
manusia juga akan mewujudkan sikap kerendahan dan ketulusan hatinya untuk memohon
kepada Tuhan.
Semua
manusia sudah memiliki sikap-sikap anak kecil itu sejak awal mula diciptakan,
namun seiring berjalannya waktu satu-persatu semua hilang ditelan oleh
kesombongan-kesombongan menguasai segalanya, menodai hati hingga tak lagi
bersih, menganggap bahwa diri sudah mapan hingga berpikir tak butuh lagi sosok
Tuhan. Dengan demikian, ketulusan hati sudah
mati hanya tertinggal materi.
Namun,
saat fajar tiba membawa dosa yang menimbulkan resah kata ampun tak Cuma sekali
berhasil menjadi sebuah narasi. Narasi yang dibuat dengan panic yang identic dengan
kata munafik. Tuhan murka, tetapi apakah dia memalingkan muka? Tidak sekalipun
ia pergi walau tak henti-henti hatinya tersakiti. Ia hanya berharap ada
kesadaran untuk memperbaiki semua kesalahan. Tak peduli seberapa banyak dosa
yang dibuat Ia tetap memberi pengampunan.
Jadi
masih maukah saudara-saudara menyakiti hati Tuhan dan berpaling diri dengan berleha-leha
menjadi budak dosa yang terus diberi makan kesombongan dan terlalu asik menjadi
seorang yang munafik?
Semoga…..
Ricardo
Ujan
Kelas
XI-4