https://www.seminarisdmhokeng.sch.id/beritahttps://www.seminarisdmhokeng.sch.id/berita Renungan 25-05-2024

Renungan 25-05-2024

Renungan 25-05-2024

Mrk 10:13-16

Fenomena Yesus memarahi murid yang melarang anak-anak kecil datang untuk dijamah Yesus menjadi peristiwa penting dalam sejarah iman Gereja katolik. Untuk masuk kedalam kerajaan Allah, kita musti memiliki kerajaan Allah itu sendiri dan menjadi pemilik kerajaan Allah, kita perlu berdamai dengan pemilik kerajaan Allah sehingga kita bias menjadi pewaris sang pemilik itu.

Kata pewaris sangat identik dengan anak. Tak heran Yesus sangat menghargai anak-anak. Menjadi pewaris kiranya adalah orang yang sangat dipercaya, memiliki keturunan untuk menjadi seorang pewaris. Hal ini tanpak dalam diri anak-anak kecil.Yesus mengatakan bahwa barangsiapa tidak menyambut kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk kedalam kerajaannya; pertanyaan tapi, bukankah anak kecil adalah mahkluk yang lemah dan sangat bergantung pada orang lain? Justru ini adalah bagian yang menarik dari peristiwa ini. Anak kecil sudah sangat lengkap mendeskripsikan wujud asli manusia dari sudut pandang Allah. Sejatinya manusia itu lemah, tidak bisa tanpa orang lain, butuh bantuan Allah sudah melambangkan ketidakmampuan manusia; Dengan demikian secara tidak langsung manusia juga akan mewujudkan sikap kerendahan dan ketulusan hatinya untuk memohon kepada Tuhan.

Semua manusia sudah memiliki sikap-sikap anak kecil itu sejak awal mula diciptakan, namun seiring berjalannya waktu satu-persatu semua hilang ditelan oleh kesombongan-kesombongan menguasai segalanya, menodai hati hingga tak lagi bersih, menganggap bahwa diri sudah mapan hingga berpikir tak butuh lagi sosok Tuhan. Dengan demikian, ketulusan hati  sudah mati hanya tertinggal materi.

Namun, saat fajar tiba membawa dosa yang menimbulkan resah kata ampun tak Cuma sekali berhasil menjadi sebuah narasi. Narasi yang dibuat dengan panic yang identic dengan kata munafik. Tuhan murka, tetapi apakah dia memalingkan muka? Tidak sekalipun ia pergi walau tak henti-henti hatinya tersakiti. Ia hanya berharap ada kesadaran untuk memperbaiki semua kesalahan. Tak peduli seberapa banyak dosa yang dibuat Ia tetap memberi pengampunan.

Jadi masih maukah saudara-saudara menyakiti hati Tuhan dan berpaling diri dengan berleha-leha menjadi budak dosa yang terus diberi makan kesombongan dan terlalu asik menjadi seorang yang munafik?

Semoga…..

Ricardo Ujan

Kelas XI-4