https://www.seminarisdmhokeng.sch.id/beritahttps://www.seminarisdmhokeng.sch.id/berita
Dengan menulis kita abadi. Menulis merupakan cara kita mengabadikan kenangan.
Hal ini terbukti adanya, karena sejarah dan peradaban kuno manusia diteliti dan
dikenal salah satunya dari rtulisan atau simbol-simbol yang ditinggalkan nenek
moyangkita. Pemburu dan pengumpul purba membuat cap-captangan di "Gua
Tangan," Cueva de las Manos, di provinsi Santa Cruz, Argentina,
sekitar 9.000 tahun silam yang menyadarkan kita bahwa mereka pernah ada. Ada
pula lukisan di gua Lascaux dari 15.000-20.000 tahun silam, hingga
lukisan-lukisan di makam Mesir yang dibuat 1.200 SM yang bahkan belum diketahui
apa artinya. Hingga pada akhirnya, para ilmuwan dapat menemukan tulisan
yang bisa dibaca. Tulisan-tulisan tertua yang pernah ditemukan adalah tulisan
adamistrasi bangsa Sumer kuno (antara sungai Trigis dan sungai Efrat,di Asia
Barat)(Irak modern) yang ditulis dilempeng lempung, hingga aksara
paku(kuneiform) yang dibuat tahun 2.500 SM. Semua tulisan ini dikenal dan
diabadikan sampai sekarang, membuat kita menyadari dan mengenal sejarah
yang membangun peradaban kita.
Indonesia
memiliki penulis-penuis yang hebat secara individu tetapi belum cukup
menjadikan rakyat Indonesia secara umum sebagai "masyarakat
literasi". Lantas sedemikian lemahkah gairah literasi orang-orang
Indonesia sampai-sampai belum ada peningkatan yang signifikan atas keterpurukan
posisi kita dalam sensus literasi internasional?
Hal yang
perlu kita sadari adalah bahwa kita terlena dengan masifnya perkembangan
teknologi. Kemudahanyang tersedia membuat kita semakin malas dengan tenggelam
dalam dunia dan ego masing-masing. Anak-anak tidak lagi diantar dengan dongeng
sebelum tidur, para remaja yang kasmaran tidak lagi berkorespondensi dengan
surat cinta yang penuh kenangan, punorang tua tidak lagi menciptakan
kebersamaan di rumah bila sudah sibuk ber-sosmed-ria dengan realitas virtual
yang candu.Manusia menjadi lebih individual dan pragmatis.
Kegiatan membaca dan menulis sebagai literasi dasar yang membutuhkan
ketenangan,kesabaran, dan penguasaan diri, seolah bertolak belakang
dengan mental generasi milenial yang oleh Karl Manheim dalam Teori Generasi
dinamai generas X, Y, dan Z yang cepat bosan,tak tahan dengan aktivitas
monoton, lebih aktif bergerak, serta bermental praktis. Metode literasi yang
itu-itu saja terkesan kedaluarsa dan tidak cocok lagi dengan mental generasi
muda. Bila hal ini terus dibiarkan, bangsa kita akan tumbuhdengan generasi
penerus yang lemah dari segi kualitas,baik secara mental dan intelektual
di-tengah persaingan internasional tanpa batas.
Dalam menghadapi persaingan dan kemajuan pesat teknologi yang semakin
maju, manusia sebagai pengguna teknologi harus juga mengembangkan diri agar
tidak tenggelam di dalam kemajuan yang kita ciptakan sendiri. Membaca adalah
salah satu caranya. Ia mesti tumbuh dalam keseharian dan menjadi bagian dari
kita, yakni dengan "membudidayakan budaya literasi". Literasi harus
menjadi budaya kita, yang kita pertahankan. setiap kebudayaan diduniatimbul
dalam tiga bentuk yakni ideologi, aktivitas, dan karya. Sama seperti
kebudayaan, literasi harus juga ditanamkan kuat dan bertahap dalam tiga pilar
tersebut.
Ideologi, yakni
dalam tantanan pemikiran. Sebelum berliterasi, ideologi cinta literasi harus
tertanam dahulu dalam pemikiran generasi muda. Tanpa cinta literasi, Respublica
Literaria tidak akan terwujud. Secara sederhana, penetrasi ideologi
cinta literasi dapat dimulai dengan menyempatkan waktu mencari informasi
tentang para penulis hebat Indonesia dan mengenal mereka lebih dalam, bagaimana
pengelaman mereka didunia tulis-menulis dan bagaimana suka-dukanya. Bila kita
mengenal mereka lebih dalam, kita akan mengerti betapa pentingnya literasi bagi
kita.Dan dalam kemajuan teknologi yang sudah maju hal ini tidak sulit. Literasi
juga perlu diperkenalkan dalam ruang pendidikan meniru. Bila orang tua
rajin membaca, maka anak akan belajar mencontohi orang tuanya. Keluarga adalah
ruang yang sangat berarti untuk perkembangan anak.Maka sepatutnya,
Ideologi cinta literasi dapat "dibuddayakan"dalam ruang ini.
Aktivitas yakni dalam tindakan nyata.
Setelah cinta literasi,hal selanjutnya adalah aktivitas literasi. Kita dapat
memilih metode yang paling sesuai, baik literasi digital, atau non digital. Ada
banyak variasi yang bisa dicoba seperti sambil mendengar musik, sambilmakan
cemilan, atau dalam situasi hening baik di dalam ruangan atau di alam terbuka,
mulai dari membaca teks panjang hingga pendek, dari tema yang sederhana dan
rekreatif seperti cerpen atau novel, hingga tema-tema yang lebih kompleks
seperti buku-buku non fiksi. Kita hanya harus menyempatkan diri dan menyerahkan
diri untukl masuk ke dalamnya.
Karya, yakni dengan apa yang kita
hasilkan dari aktivitas. Tidak semua orang bisa membaca, pandai menulis, tetapi
semua orang yang pandai menulis sudah pasti suka membaca. Tulisan adalah buah
dari cinta literasi, dan aktivitas membaca. Dengan rajin membaca, kita
dapat menghasilkan tulisan yang baik secara, sehingga pengetahuan yang
kita punya dapat disebarluaskan secara lebih efektif kepada orang lain. Dengan
menulis kita abadi. Banyak merasa bahwa menulis adalah hal yang sulit. Orang
yang berpikir seperti ini melihat kegiatan tulis-menulis dengan kerangka
berpikir yang rumit. Padahal kita bisa memulainya dengan hal-hal sederhana
seperti menulis jurnal harian, atau opini pribadi mengenai apa yang kita alami
, liat, dan rasakan.
Membentuk dan membangun diri yang literatif tidak mudah.
Segala usaha kita harus dilakukan secara bertahap dan berkala, tentu saja
dengan kerangka berpikir yang sederhana, memulai sesuatu dari hal-hal
sederhana, dan yang tidak kalah penting, optimis.
Literasi menjadi
bahan penting dalam kontruksi kemajuan bangsa. Najwa Shibab mengatakan, "cuma
perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca.Cari buku itu, mari jatuh
cinta".
Marilah membaca, menulis, dan setelah itu jatuh cinta
Dengan menulis kita abadi. Menulis merupakan cara kita mengabadikan kenangan.
Hal ini terbukti adanya, karena sejarah dan peradaban kuno manusia diteliti dan
dikenal salah satunya dari rtulisan atau simbol-simbol yang ditinggalkan nenek
moyangkita. Pemburu dan pengumpul purba membuat cap-captangan di "Gua
Tangan," Cueva de las Manos, di provinsi Santa Cruz, Argentina,
sekitar 9.000 tahun silam yang menyadarkan kita bahwa mereka pernah ada. Ada
pula lukisan di gua Lascaux dari 15.000-20.000 tahun silam, hingga
lukisan-lukisan di makam Mesir yang dibuat 1.200 SM yang bahkan belum diketahui
apa artinya. Hingga pada akhirnya, para ilmuwan dapat menemukan tulisan
yang bisa dibaca. Tulisan-tulisan tertua yang pernah ditemukan adalah tulisan
adamistrasi bangsa Sumer kuno (antara sungai Trigis dan sungai Efrat,di Asia
Barat)(Irak modern) yang ditulis dilempeng lempung, hingga aksara
paku(kuneiform) yang dibuat tahun 2.500 SM. Semua tulisan ini dikenal dan
diabadikan sampai sekarang, membuat kita menyadari dan mengenal sejarah
yang membangun peradaban kita.
Indonesia
memiliki penulis-penuis yang hebat secara individu tetapi belum cukup
menjadikan rakyat Indonesia secara umum sebagai "masyarakat
literasi". Lantas sedemikian lemahkah gairah literasi orang-orang
Indonesia sampai-sampai belum ada peningkatan yang signifikan atas keterpurukan
posisi kita dalam sensus literasi internasional?
Hal yang
perlu kita sadari adalah bahwa kita terlena dengan masifnya perkembangan
teknologi. Kemudahanyang tersedia membuat kita semakin malas dengan tenggelam
dalam dunia dan ego masing-masing. Anak-anak tidak lagi diantar dengan dongeng
sebelum tidur, para remaja yang kasmaran tidak lagi berkorespondensi dengan
surat cinta yang penuh kenangan, punorang tua tidak lagi menciptakan
kebersamaan di rumah bila sudah sibuk ber-sosmed-ria dengan realitas virtual
yang candu.Manusia menjadi lebih individual dan pragmatis.
Kegiatan membaca dan menulis sebagai literasi dasar yang membutuhkan
ketenangan,kesabaran, dan penguasaan diri, seolah bertolak belakang
dengan mental generasi milenial yang oleh Karl Manheim dalam Teori Generasi
dinamai generas X, Y, dan Z yang cepat bosan,tak tahan dengan aktivitas
monoton, lebih aktif bergerak, serta bermental praktis. Metode literasi yang
itu-itu saja terkesan kedaluarsa dan tidak cocok lagi dengan mental generasi
muda. Bila hal ini terus dibiarkan, bangsa kita akan tumbuhdengan generasi
penerus yang lemah dari segi kualitas,baik secara mental dan intelektual
di-tengah persaingan internasional tanpa batas.
Dalam menghadapi persaingan dan kemajuan pesat teknologi yang semakin
maju, manusia sebagai pengguna teknologi harus juga mengembangkan diri agar
tidak tenggelam di dalam kemajuan yang kita ciptakan sendiri. Membaca adalah
salah satu caranya. Ia mesti tumbuh dalam keseharian dan menjadi bagian dari
kita, yakni dengan "membudidayakan budaya literasi". Literasi harus
menjadi budaya kita, yang kita pertahankan. setiap kebudayaan diduniatimbul
dalam tiga bentuk yakni ideologi, aktivitas, dan karya. Sama seperti
kebudayaan, literasi harus juga ditanamkan kuat dan bertahap dalam tiga pilar
tersebut.
Ideologi, yakni
dalam tantanan pemikiran. Sebelum berliterasi, ideologi cinta literasi harus
tertanam dahulu dalam pemikiran generasi muda. Tanpa cinta literasi, Respublica
Literaria tidak akan terwujud. Secara sederhana, penetrasi ideologi
cinta literasi dapat dimulai dengan menyempatkan waktu mencari informasi
tentang para penulis hebat Indonesia dan mengenal mereka lebih dalam, bagaimana
pengelaman mereka didunia tulis-menulis dan bagaimana suka-dukanya. Bila kita
mengenal mereka lebih dalam, kita akan mengerti betapa pentingnya literasi bagi
kita.Dan dalam kemajuan teknologi yang sudah maju hal ini tidak sulit. Literasi
juga perlu diperkenalkan dalam ruang pendidikan meniru. Bila orang tua
rajin membaca, maka anak akan belajar mencontohi orang tuanya. Keluarga adalah
ruang yang sangat berarti untuk perkembangan anak.Maka sepatutnya,
Ideologi cinta literasi dapat "dibuddayakan"dalam ruang ini.
Aktivitas yakni dalam tindakan nyata.
Setelah cinta literasi,hal selanjutnya adalah aktivitas literasi. Kita dapat
memilih metode yang paling sesuai, baik literasi digital, atau non digital. Ada
banyak variasi yang bisa dicoba seperti sambil mendengar musik, sambilmakan
cemilan, atau dalam situasi hening baik di dalam ruangan atau di alam terbuka,
mulai dari membaca teks panjang hingga pendek, dari tema yang sederhana dan
rekreatif seperti cerpen atau novel, hingga tema-tema yang lebih kompleks
seperti buku-buku non fiksi. Kita hanya harus menyempatkan diri dan menyerahkan
diri untukl masuk ke dalamnya.
Karya, yakni dengan apa yang kita
hasilkan dari aktivitas. Tidak semua orang bisa membaca, pandai menulis, tetapi
semua orang yang pandai menulis sudah pasti suka membaca. Tulisan adalah buah
dari cinta literasi, dan aktivitas membaca. Dengan rajin membaca, kita
dapat menghasilkan tulisan yang baik secara, sehingga pengetahuan yang
kita punya dapat disebarluaskan secara lebih efektif kepada orang lain. Dengan
menulis kita abadi. Banyak merasa bahwa menulis adalah hal yang sulit. Orang
yang berpikir seperti ini melihat kegiatan tulis-menulis dengan kerangka
berpikir yang rumit. Padahal kita bisa memulainya dengan hal-hal sederhana
seperti menulis jurnal harian, atau opini pribadi mengenai apa yang kita alami
, liat, dan rasakan.
Membentuk dan membangun diri yang literatif tidak mudah.
Segala usaha kita harus dilakukan secara bertahap dan berkala, tentu saja
dengan kerangka berpikir yang sederhana, memulai sesuatu dari hal-hal
sederhana, dan yang tidak kalah penting, optimis.
Literasi menjadi
bahan penting dalam kontruksi kemajuan bangsa. Najwa Shibab mengatakan, "cuma
perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca.Cari buku itu, mari jatuh
cinta".
Marilah membaca, menulis, dan setelah itu jatuh cinta