Berita

TARIAN CACI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DESA MBATA, KECAMATAN KOTA KOMBA UTARA, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

---

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  LATAR BELAKANG PENULISAN

 

Indonesia adalah negara kepulauan yang beragam akan kebudayaannya yang dapat membentuk masyarakat tersebut. Kebudayaan merupakan suatu abstraksi dari keseluruhan kecakapan bertindak manusia yang telah di warisi dari generasi ke generasi oleh sekelompok manusia yang mempunyai tradisi atau adat kebiasaan yang sama.[1] Kebudayaan ini juga dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan sosial. Salah satu kebudayaan yang sangat melekat adalah seni tari. Setiap seni tari memiliki keunikan dan kekhasannya masing-masing. Setiap daerah memiliki seni tarinya masing-masing yang memiliki fungsi, tujuan dan maknanya tersendiri. Kepercayaan bahwa kebudayaan itu mempersatukan berdampak pada terbentuknya persekutuan dan persatuan antarmanusia yang percaya pada tradisi atau adat yang diwariskan oleh generasi tua (leluhur) kepada generasi muda, seperti dari orangtua kepada anak-anaknya dan dari guru kepada murid-muridnya secara berkesinambungan.[2]

Manggarai adalah salah satu kawasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki kebudayaan seni tari. Salah satu Seni tari yang menjadi kekhasan adalah Tarian Caci. Tari caci adalah tari perang sekaligus tari rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai. Orang yang memegang cambuk adalah penyerang sedangkan orang yang memegang tameng adalah pemain bertahan. Tarian caci sudah menjadi tarian khas manggarai. Banyak orang yang bukan asli orang manggarai menggangap tarian ini adalah tarian yang berkesan kekerasan. Tetapi sebenarnya tarian ini akan menumbuhkan rasa solidaritas dan rasa persatuan Karena didalam tarian ini membutukan kerjasama dan tanggung jawab antara masyarakat.

Tarian Caci pada awalnya hanya dipentaskan pada upacara adat seperti hang woja weru (syukur atas pesta panen). Sekarang permainan tarian Caci dimainkan dalam berbagai kesempatan seperti menerima tamu kehormatan, meramaikan hari Nasional. Tarian Caci juga memiliki kekhasan pada peralatan dan perlengkapanya sebagai pendukung tarian tersebut. Tarian Caci dimainkan oleh kaum pria karena didalam tarian ini diaduhkan ketangkasan dan keberanian seorang pria. Tetapi tarian ini tidak berkesan kekerasan melainkan akan menumbuhkan rasa solidaritas dan sportif.[3]

Tarian Caci sudah menjadi tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi agar tarian ini terpelihara baik. Caci adalah suatu momen budaya tertentu yang sifatnya sukacita, dalam menampilkan kehebatan main saling cambuk, tak mengutamakan kalah-menang, tetapi memperhatikan semangat kekeluargaan.[4] Terkhususnya masyarakat desa Mbata, kecamatan Kota Komba Utara, kabupaten Manggarai Timur yang sangat berpartisipasi dalam tarian caci ini. Sehingga timbulnya rasa saling bergotong-royong dalam menyukseskan acara ini. Masyarakat mbata juga sangat menjunjung tinggi rasa solidaritas. Dimana setiap warga kampung mengumpulkan hasil panen dan sejumlah uang yang ada padanya sebagai bentuk solidaritas. Sehingga kebutuhan dalam acara berjalan dengan baik.[5]

Maka dari itulah, penulis mengangkat judul Tarian Caci dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur.

 

1.2   RUMUSAN MASALAH

Masalah-masalah yang dibahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.

1.     Bagaimana proses pelaksanaan tarian Caci di Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur?

2.     Bagaimana pengaruh tarian Caci terhadap kehidupan sosial masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur?

 

1.3    TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut.

1.     Mendeskripsikan proses pelaksanaan tarian Caci di Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur

2.     Mendeskripsikan pengaruh tarian Caci terhadap kehidupan sosial masyarakat desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur

 

1.4  METODE PENULISAN

Untuk mengetahui informasi mengenai Tarian Caci serta Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur, penulis menggunakan dua metode. Kedua metode itu adalah sebagai berikut.

1.     Metode Kepustakaan

Dalam metode ini, penulis menggunakan buku-buku kepustakaan dan sumber referensi lainnya sebagai sumber karya tulis.

2.     Metode Wawancara

Dalam metode ini, penulis menyiapkan beberapa pertanyaan dan langsung turun ke lapangan untuk mewawancari.

 

1.5   SISTEMATIKA PENULISAN

Sistemmatika penulisan karya ilmiah ini terdiri dari empat bab yang dapat dirincikan sebagai berikut:

Bab I merupakan bagian pendahuluan berisikan penjelasan singkat dan gambaran secara umum mengenai penulisan ini. Adapun gambaran umum ini terdiri dari uraian latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II, penulis menguraikan gambaran umum tentang tarian, pengertian tarian, jenis-jenis tari, gambaran tentang tarian caci, dan menjelaskan fungsi dari tarian caci tersebut.

Bab III, merupakan bagian isi. Pada bagian ini, penulis menjelaskan letak geografis desa Embata dan penulis juga menguraikan tentang proses pelaksaan tarian caci serta penulis juga menguraikan pengaruh tarian caci terhadap kehidupan sosial masyarakat desa Mbata.

Bab IV, merupakan bagian penutup. Pada bagian ini penulis memberikan kesimpulan dan usul-saran terhadap tarian caci.

 

     

BAB II

Landasan Teori

 

2.1  Pengantar

Pada dasarnya, setiap daerah memiliki tariannya masing-masing dan tarian tersebut yang mencerminkan budayanya bahkan, dalam satu daerah memiliki beberapa tarian yang menjadi kekhasannya. Keberagaman seni tari ini sepatutnya kita sebagai pemuda yang cinta kebudayaan haruslah mempertahankan kebudayaan seni tari yang telah diwarisi secara turun-temurun. Salah satu tujuan dari tarian adalah untuk menjaga budaya agar tetap menjadi kekhasan tersendiri. Oleh karena itu, dalam bab ini penulis menguraikan beberapa hal penting yang perlu kita ketahui yaitu gambaran tentang tarian dan jenis-jenis tari. Penulis juga menguraikan tarian Caci serta fungsinya sebagai tarian khas Manggarai.

 

2.2  Pengertian Tarian

Tarian berasal dari kata Tari yang berarti gerakan badan, tangan, dan sebagainya yang berirama. Tarian biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian seperti musik, gamelan, gong dan sebagainya. Setiap tarian dari masing-masing daerah memiliki beberapa ragam atau gaya dalam membawakan tarian.[6] Tarian juga sebagai lambang kekhasan dari daerah tersebut dan dipakai sebagai simbol pembukaan atau penerimaan tamu. Sedangkan menurut pendapat ahli tari Indonesia Soedarsono dalam bukunya Djawa dan Bali, “tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah”.

Menurut BPH Suryodiningrat ahli tari dari Yogyakarta dalam bukunya Babad Lan Makering Jogged Jawi, “tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun dengan selaras dan berirama serta mempunyai maksud tertentu”. Salah seorang ahli tari India, Komala Devi Chattopayaya, mengatakan bahwa tari adalah gerakan gerakan luar yang ritmis dan lama kelamaan nampak mengarah kebentuk-bentuk tertentu.[7] Manurut Corrie Hartong dari Belanda mengatakan dalam buku Danskunst bahwa tari merupakan gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari tubuh dalam ruang.[8] Dari pengertian di atas, tari pada intinya adalah gerakan badan tangan, kepala, kepala dan sebagainya yang diiringi dengan bunyi-bunyian.

 

2.3  Jenis-Jenis Tari

2.3.1      Tari Primitif

Tari primtif bersifat sederhana, baik dalam unsur gerak, busana, rias, iringan, atau tempat pertunjukannya. Sedangkan, alat yang digunakan sebagai pengiring tari primitif berupa pukulan-pukulan ritmis dari alat musik pengiring seperti gong dan gendang.

 

2.3.2      Tari Klasik

Tari klasik merupakan tarian yang terpelihara dengan baik di istana dan kalangan bangsawan. Gerakan tari klasik memiliki aturan tertentu. Bentuk gerak tari klasik diatur secara teliti, mengikat, dan tidak boleh dilanggar. Jika penari melakukan gerakan yang tidak sesuai aturan, dianggap salah. Dalam tari klasik unsur pendukung juga diatur seperti busana, iringan musik, pola lantai, bahkan dialog.[9]

 

2.3.3      Tari Rakyat

Tari rakyat adalah tarian yang diciptakan oleh satu masyarakat ditempat yang berbeda-beda. Dalam pertunjukannya, setiap tarian juga memiliki ciri khas gerakan serta namanya sendiri. Karakter tari rakyat pada umumnya gerak-gerak spontanitas, dari keterampilan masing-masing.[10]

Maka dari itu tarian caci termasuk dalam tari primitif dan tari rakyat. Karena tarian caci masih bersifat sederhana, baik dalam unsur gerak, busana, rias, iringan, dan tempat pertunjukan dan alat yang mengeringi tarian adalah gong dan gendang dan tarian caci gerakan tidak terlalu terikat sehingga para penari bebas melakukan gerakan dan gerakannya secara umumnya gerakan spontanitas dan setiap gerakan ada ciri khas tersendiri.

 

2.4  Fungsi Tarian

2.4.1      Sarana Upacara

Sarana upacara merupakan media persembahan atau pemujaan terhadap kekuatan gaib yang banyak digunakan oleh masyarakat yang memiliki kepeercayaan animisme (roh-roh gaib), dinamisme (benda-benda yang mempunyai kekuatan), dan totemisme (binatang-binatang yang dapat mempengaruhi kehidupan) yang disajikan dalam upacara sakral ini mempunyai maksud untuk mendapatkan keselamatan atau kebahagiaan. Fungsi tari sebagai sarana upacara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu untuk upacara keagamaan, upacara adat berkaitan dengan peristiwa alamiah, dan upacara adat berkaitan dengan peristiwa kehidupan manusia.[11]

 

2.4.2      Hiburan

 Dimaksudkan untuk memeriahkan atau merayakan suatu pertemuan. Tari yang disajikan dititikberatkan bukan pada keindahan geraknya, melainkan pada segi hiburan. Tari hiburan pada umumnya merupakan tarian pergaulan atau social dance. Pada tari hiburan ini mempunyai maksud untuk memberikan kesempatan bagi penonton yang mempunyai kegemaran menari atau menyalurkan hobi.[12]

 

2.4.3      Pertunjukan

 Yaitu tari yang bertujuan untuk memberi pengalaman estetis kepada penonton. Tari ini disajikan agar dapat memperoleh tanggapan apresiasi sebagai suatu hasil seni yang dapat memberi kepuasan pada mata dan hati penontonnya, oleh karena itu, tari sebagai seni pertunjukan memerlukan pengamatan yang lebih serius dari pada sekedar untuk hiburan. Untuk itu tari yang tergolong sebagai seni pertunjukan/tontonan adalah tergolong performance, karena pertunjukan tarinya lebih mengutamakan bobot nilai seni dari pada tujuan lainnya.[13]

 

2.4.4      Pendidikan

Tari sebagai Media Pendidikan merupakan tari yang bersifat untuk mengembangkan kepekaan estetis melalui kegiatan berapresiasi dan pengalaman berkarya kreatif. Lebih spesifik lagi kita tinjau tari sebagai seni pertunjukan, banyak aspek yang dapat dibahas dalam tari pertunjukan, namun dalam tulisan ini bukan untuk mengupas semuanya, adapun yang akan dibahas selain mengenai jenis tarinya juga akan dibahas juga tentang dua aspek pokok dalam tari, yaitu faktor penonton sebagai apresiator dan faktor tari sebagai karya estetis.[14]

 

2.5  Tarian Caci

2.5.1      Sejarah Tarian Caci

Menurut sumber sejarah yang ada, tari caci ini berawal dari tradisi masyarakat Manggarai dimana para laki-laki saling satu lawan satu untuk menguji keberanian dan ketangkasan mereka dalam bertarung. Tarian caci ini juga maumenentukan siapa yang benar dan salah. Tarian ini kemudian berkembang menjadi sebuah kesenian dimana terdapat gerak tari, lagu dan musik pengiring untuk memeriahkan acara.[15]

 

2.5.2      Arti Caci

Kata Caci berasal dari kata ca yang artinya satu. Caci terbagi atas dua suku kata, yaitu ca dan ci kalua berdiri sendiri artinya paksa, memaksa. Caci secara harfiahnya satu-satu, satu di sana, satu di sini, memukul dan menangkis secara berbalasan, satu lawan satu. Main caci terdiri dari dua kelompok (kubu). Istilah kubu di sini bukan bermaksud sebagai lawan, musuh, dan dalam pertandingan pun tak mengutamakan siapa yang kalah dan siapa menang; tetapi yang penting dilihat adalah secara keseluruhan permainan caci itu. Permainan caci merupakan acara budaya, misalnya, dilakukan pada waktu acara adat perkawinan (tae kawing), acara syukuran (penti), dan lain-lain. Yang bermain caci adalah kaum lelaki, sedangkan perempuan hanyah berpartisipasi dalam acara, seperti main gong (tebang nggong), melayani tamu-tamu/keluarga kerabat dengan menyiapkan komsumsi.

Yang ikut bermain caci adalah orang dewasa berusia 21 tahun ke atas, baik yang masih muda maupun sudah tua atau yang telah berkeluarga. Main caci juga tidak diperkenankan pemain caci antara saudara kandung, saudara sepupu terdekat, satu warga kampung, keluarga tetangga (pa’ang ngaung), kenalan dekat (hae reba).[16]

 

2.5.3      Alat yang Digunakan Para Pemain Caci

2.5.3.1  Nggiling atau Tameng

Nggiling terbuat dari kulit kerbau. Nggiling biasanya berbentuk bulat dan dibagian tengah dibuat pegangan sehingga pemain caci berpegangan disitu. Nggiling berfungsi melindungi diri dari sambitan larik yang dilontarkan dari pemain caci lawan.

 

2.5.3.2  Agang

Agang terbuat dari bambu yang dibuat setengah lingkaran dan dililiti dengan ijuk. Agang ini berfungsi melindungi diri dari sabitan larik dan disitulah pemain caci membangun strategi untuk menangkis dan menghindari pukulan yang dilontarkan lawan pemain.[17]

 

2.5.3.3  Cemeti atau Larik

Cemeti terbuat dari rotan dan dililiti dengan tali-temali. Pada ujung cemeti diselipkan dengan lidi agar saat cemeti dilontarkan terdengar bunyi dan menambah semangat para penonton.

 

2.5.3.4  Kriteria Caci

Ada banyak kriteria caci, tetapi yang dibahas di sini adalah kriteria yang baku, sudah berlaku umum dan diketahui umum.

1.     Pria/Lelaki

Kalau dulu, yang ikut bermain caci khusus lelaki yang sudah dewasa, tetapi kini bisa juga remaja/orang muda/anak sekolah sesuai momen acaranya. Dalam permainan caci dalam konteks perkawinan (tae kawing), acara syukuran (penti), syukuran membuka kebun kebun bundar yang baru (radang lingko), maka pemain caci dewasa yang ditampilkan. Sedangkan anak remaja, orang muda, bias ikut bermain caci dalam konteks pendidikan, seperti pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, Hardiknas, hari Sumpah Pemuda dan hari bersejarah lainnya yang diselenggarakan pemerintah daerah manggarai.

Permainan caci ialah khusus kaum lelaki, karena motif permainannya keras, agak kasar, kurang etis yaitu tak memakai baju. Bagian perut (tuka) sampai batas pusat (putes) tak ditutupi dengan baju. Jadi, caci khusus tarian kaum lelaki.

 

2.     Selek

Selek adalah menata diri pemain caci dalam hal berpakain. Secara umumnya bahwa perlengkapan pakaian caci, akan tetapi cara berpakaian: kerapian, kebersihan pakaian, merupakan nilai positif bagi peserta main caci. Ada ungkapan Manggarai yang bunyinya demikian, dia keta selek caci caci ata rona hiot maeng caci (baik sekali cara berpakaian si laki-laki pemain caci itu). Dari ungkapan ini menandakan bahwa selek dia (berpakaian yang baik) merupakan ekspresi jati diri, menunjukkan estetika budaya. Berpakain itu punya arti dalam hidup manusia, dimana saja berada. Berpakaian merupakan cerminan diri manusia.[18]

 

3.     Lomes

Lomes adalah tata krama, yang menekankan variasi gaya pemain caci yang tak kena cambukan caci. Yang dilihat secara sepintas menyangkut lomes yaitu: suara waktu menyanyi, raut muka yang ramah, bahasa-bahasa kiasan yang digunakan tidak menyinggung perasaan orang lain, tetapi malah simpati pada diri pemain caci itu. Misalnya, cara menari (congka), cara memuji diri di hadapan lawan/penonton dan anggotanya (kubunya), dengan khas. Lomes tidak hanya di tampilkan pada waktu diri pemain caci yang tak kena cambukan caci, tetapi ia tetap menunjukan sikap ramah. Misalnya, si A telah menangkis pukulan/cambukan dari pihak lawan dan pihaknya mendapat kena cambukan. Ia tetap menunjukan diri dengan sikap ramah (lomes). Bahkan membawakan sebuah lagu tunggal (dere nenggo). Lagu yang dibawakan itu harus merdu, tak menyinggung perasaan orang lain, tetapi lagu yang membuat orang kagum/simpati, dan isi lagu harus sesuai topik acara saat itu.[19]

 

4.     Ilo

Ilo artinya tidak kena cambukan oleh lawan caci. Pemain caci yang ilo merupakan salah satu nilai/bobot tersendiri dan penting. Orang juga dianggap hebat main caci justru salah satu hal terletak di sini yaitu ilo (tak kena pukulan/cambukan atau jarang kena cambukan oleh lawan caci).

Mencari pemain seperti ini cukup sulit. Mengapa? Karena pihak lawan caci, yang mendapat giliran memukul/mencambuk disertai berbagai macam gerakan, upaya-upaya, aba-aba, sedemikian rupa membuat pihak lawan tertipu (adong). Karena ketika pihak yang menerima cambukan tak mampu menangkis cambukan tersebut dan tak kena pukulan, itulah yang disebut ilo

Yang disebut ilo tiba larik (lincah tak kena cambukan caci) bukan karena belas kasihan dari pihak lawan, atau bukan karena ia menangkisnya dengan cara tidak halal (di luar aturan main) akan tetapi dilakukan secara sportif, jujur. Jadi, tak ada sekongkol. Dalam hal sistem pemerintahan, mental pemimpin daerah/lokal sebetulnya bias mengambil intisari dari salah satu segi yaitu tak ada kolusi, korupsi dan nepotisme. Jadi, orang dianggap hebat bukan karena didongkrak oleh orang lain, tetapi karena prestasi individunya.[20]

 

5.     Co’o Pakin

Co’o pakin (co’o=bagaimana caranya; pakin=memukul, mencambukinya. Pada kriteria kelima ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

 

1.     Mberes Paki

Mberes paki (mberes=deras, kuat; paki= memukul, mencambuk). Embers paki artinya kuat memukul/mencambuki. Embers paki (kuat memukul/deras memukul) ialah lambing kejantanan, kekuatan energi, lelaki. Dampak lain embers paki ialah pada pihak penangkis pukulan diupayakan supaya siap siaga, waspada menerima pukulan yang deras itu. Logisnya, bilamana kena pukulan pada lawan, kemungkinan besar mendapat luka besar, lukanya dalam dan keluar darah. Menarik juga ditonton bila kuat memukul, karena akan terdengar bunyi tangkisannya oleh pihak lawan. Pemain caci semestinya memiliki fisik yang besar, berenergi, dan bersih. Dan syarat utamanya adalah harus sehat jasmani dan rohani.

 

2.     Co’o Pakin

Co’o Pakin ialah bagaimana cara mencambuki/memukulnya. Memukul/saling mecambuki dalam tanding caci tak sekedar mencambuki. Seharusnya berpacu pada aturan-aturan umum permainan caci, yang prakteknya tergantung tabiat setiap orang. Misalnya, dalam hal embong larik (lagu-lagu singkat membuat pihak penangkis terlena). Mungkin lagu tersebut hanya satu bait saja, baru langsung mencabuki lawan.

 

3.     Nia Pakin

Nia Pakin (nia= dimana; pakin= sasaran pukulannya, sasaran cambukan). Nia Pakin artinya artinya dimana sasaran memukul/sasaran cambukan. Tak semua badan dipukul/dicambuk ialah pada bagian tubuh tertentu seseorang, yaitu sekitar diatas pusat sampai ujung rambut/kepala. Jika ada orang yang mememukul di luar ketentuan umum tersebut akan di tegur (toing) dan dimarahi (rabo) oleh tua adat/panitia pertandingan/tarian. Atau dalam kondisi tertentu yang melanggar memukul itu dikeluarkan dari arena permainan/pertandingan. Sifat pemberhentian hanya berlaku saat itu; bukan untuk seterusnya. Dalam arti, kalua pemain yang langgar itu hari berikutnya bias ikut lagi permainan caci.[21]

 

4.     Nganceng Hena Paki One Ata

Nganceng Hena Paki One Ata (nganceng= bias, dapat; hena= kena; paki= cambuk/pukul; one ata= kepada orang lain). Artinya bias kena cambuk pada pihak lawan.

Ada beberapa tingkatan bobot pukulan dalam tanding caci. Misalnya, si pencambuk yang mampu melukai lawanya. Lebih hebat lagi jika si pencambuk mampu mengarahkan pukulannya mengenai lawan pada bagian tertentu yang dianggap bergengsi, dan kalau pada tempat tersebut hena beke (kena luka cacat). Tempat-tempat tersebut adalah tangan, dan bagian muka/kepala. Disebut hena beke, sebab dalam permainan saling cambuk ini posisi tangan terlindungi oleh tameng (nggiling) dan gagang (koret). Sedangkan bagian kepala/muka disebut beke (kena cacat) sebab bagian ini ditutupi oleh topi (panggal) dan seluruh muka dan kepala ditutupi dengan lapisan kain yang disebut jonggo. Jadi, orang yang terkena cambukan pada bagian yang dianggap beke akan merasa malu, merasa gengsinya turun.[22]

 

5.     Nenggo/Dere

Nenggo/Dere adalah nyayian/menyanyi. Dere sebetulnya adalah bagian dari lomes. Tetapi karena lomes menyangkut hal-hal yang umum, maka nenggo perlu ditampilkan waktu caci tak sekedar menyanyi, tetapi sedapat mungkin berkaitan dengan momen acara. Misalnya main caci waktu wagal (perkawinan), berbeda isi/judul/pesan lagu pada pesta syukuran membuka kampung baru (penti pande beo weru). Atau saat itu diadakan caci dalam rangka HUT Kemerdekaan RI, maka pesan lagu pun harus dengan suara merdu. Lagu dapat membahas sesuatu.

 

6.     Tebang Nggong

Tebang Nggong (tebang= main, bermain; nggong= gong). Tebang nggong artinya bermain gong/membunyikan gong. Peserta main gong adalah para perempuan/ibu-ibu, dengan memakai pakaian adat yang sesuai acara. Ada beberapa jenis tebang nggong yakni: pertama, tebang nggong tutung (main gong dengan gerak tempo lambat). Dan kedua, tebang nggong kedendit (main gong dengan gerak tempo cepat). Tebang nggong adalah syarat mutlak/bagian yang tak terpisahkan dalam main caci. Bunyi gong yang baik akan sangat menentukan/berpengaruh, menambah semangat lomes. Jika gongnya tempo lambat, maka pemain cacipun menari dengan lambat; begitupun kalau gongnya gerak tempo cepat, maka pemain pun akan menari dengan cepat.[23]

 

2.5.4    Pakaian yang Dikenakan Para Penari Caci

Para pemain caci bila di dandani dengan busana yang baik maka akan tampak seperti seorang lelaki yang sejati dan siap bertarung.

 

2.5.4.1  Bagian Kepala

Alas kepala bagian paling dalam penari yang membungkus kepala penari untuk yang berfungsi untuk melindungi kepala pemain caci adalah jonggo atau destar. Bagian diluar kepala digunakan panggal yang menyerupai tanduk kerbau guna melindungi kepala dari cambukan larik atau cemeti yang nyasar dibagian kepala. Sedangkan dibagian dagu dililiti dengan tubirapa yang terbuat dari manik-manik yang menambah kesan kenjantanan bagi pemakainya.

 

2.5.4.2  Bagian Badan

Pada bagian badan terkhusunya dari pusat keatas tidak ditutupi pelindung sebab tubuh bagian atas merupakan sasaran dari serangan lawan. Bagian punggung diselipkan lalong endeki yang menyerupai ekor kerbau yang terbuat dari rotan dan dililiti dengan kulit kerbau dan bagian depanya diselipkan keris. Keris ini tidak hanya sebagai penghias tetapi juga sebagain peredam pukulan larik agar rasa sakit berkurang.[24]

 

2.5.4.3  Bagian Tangan

Pada bagian tangan ini, biasanya tidak ditutupi apa-apa. Tapi biasanya para pemain mengikat sapu tangan warna-warni dilengannya dan fungsinya sebagai pengelap keringat dan sebagai alas saat memegang nggiling atau tameng. Dan sapu tangan juga menambah nilai keindahan saat pemain menari dengan membai-lambai yang menambah kesan untuk menarik perhatian orang untuk menonton.

 

2.5.4.4  Bagian Pinggang ke Bawah

Pada bagian ini pemain menggunakan celana panjang berwarna putih. Pemain caci menggunakan celana panjang agar bisa bergerak bebas dan celana panjang tersebut berfungsi untuk melindungi pinggang ke bawah bila ada pukulan yang nyasar. Diluar celana panjang tersebut digunakan towe songke (sarung songke). Songke diatur sedemikian sehingga songke hanya dipakai sebatas lutut.[25]

 

2.5.5      Nilai-Nilai Tarian Caci

2.5.5.1  Nilai dari Bahasa dan Nyanyian

Pada dasarnya, tarian caci sangat menarik ketika seorang pemain caci setelah menerima pukulan atau memberi pukulan, berbicara dan bernyanyi. Hal ini perlu dalam permainan caci agar dapat menarik perhatian penonton dengan nyanyian yang dilakukan apalagi dengan menggunakan bahasa yang indah dan istilah-istilah yang baik. Bahasa yang digunakan biasanya menggunakan bahasa daerah manggarai. Keunggulan seorang pemain caci dilihat dari keindahan dalam berkata-kata dan menyanyi juga haruslah selaras dengan caranya bertarung yang diiringi dengan bunyi gong dan gendang serta nyanyian lainnya (sanda). Selain itu, bahasa dan nyanyiannya akan indah ketika tidak membuat orang yang menonton dan khususnya lawannya tersinggung. Dalam memerankan permainan caci kita harus memiliki kecakapan dalam berbahasa dan memiliki keindahan suara karena itu merupakan sebuah modal yang dapat menarik para penonton sehingga dengan demikian potensi yang kita miliki dapat di akui oleh orang banyak.

 

2.5.5.2  Nilai Cara Berpakaian

Cara berpakaian dalam permainan caci sangatlah menentukan keindahan dari para penari caci, sehingga tercipta keserasian dan kekompakan dalam pertunjukan tarian caci. Pakaian yang digunakan antara lain panggal yang berfungsi sebagai penyokon kepala, selendang, kain songke, ikat pinggan, nggiring, dan celana panjang berwarna putih. Sebagai seorang yang memiliki bakat bermain caci haruslah mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan yang menunjang terlaksananya pertunjukan tarian caci baik dari perlengkapan yang terkecil hingga yang terbesar sehingga dapat menciptakan nilai keserasian saat mementaskan tarian caci. Karena itu menjadi kesimpulan bahwa sebagai seorang pemain caci yang memiliki bakat, tentu haruslah memiliki berbagai perlengkapan-perlengkapan pakaian yang dapat menunjang terlaksananya pertunjukan tarian caci, sehingga tercipta keserasian dan kekompakan dalam memerankan tarian caci. Peralatan tarian caci yang terbuat dari kulit kerbau melambangkan kekuatan, ketenangan, kerendahan hati, dan tidak emosional, sedangkan bentuknya yang relatif bundar melambangkan adanya satu titik pusat yang mengatur semuanya, itulah Tuhan Yang Maha

 

2.5.5.3  Nilai Moral

Permainan caci atau tarian caci merupakan sebuah identitas budaya orang manggarai. Meskipun, ini adalah sebuah pertarungan, tetapi etika moral tetap menjadi hal yang utama yang harus diperhatikan. Etika moral kemanusiaan adalah yang utama dalam tarian ini. Dalam hal ini, pertarungan atau perkelahian tentunya akan berlawanan dengan etika moral, tetapi dalam permainan caci, etika moral tetap menjadi yang utama lewat sikap tanggung jawab dan saling menghargai dalam sebuah pertarungan. Karena itu yang perlu disadari bersama adalah pentingnya mengerti dan memahami etika moral yang terkandung dalam budaya tarian caci sehingga terciptanya sebuah situasi yang kondusif baik tokoh masyarakat setempat yang berfungsi sebagai pelayan terlaksananya budaya tarian caci dan juga bagi para pengunjung yang memeriahkan atau menyukseskan pementasan atau pertunjukan budaya tarian caci.

 

2.5.5.4  Nilai Darah, Keringat, dan Air Mata

Dalam tarian caci, darah, keringat, dan air mata ini tidak akan menjadikan orang yang hadir dalam tarian caci tersebut merasa menyesal, justru akan membuat mereka merasa betah karena di situlah keseruan dari tarian caci. Mereka tidak pernah menyerah sampai di katakan “Rowa” (mati). Tetapi, mati di sini berarti petarung terkena cambukan di daerah kepala (wajah) dan tangan. Meskipun tubuh mereka terkena cambukan hingga berdarah, berkeringat dan air mata mengalir, malah jusrtu akan menciptakan pertarungan semakin seru. Darah, keringat dan air mata dalam tarian caci mengandung makna kepahlawanan dan keperkasaan. Namun dalam caci, keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Tarian caci diiringi bunyi gendang dan gong serta nyanyian para pendukungnya yang menunjukkan kemegahan acara tersebut. Namun suatu hal yang sangat penting dari sebuah pementasan tarian caci adalah bagaimana memberikan makna simbolik bagi masyarakat manggarai yang diantaranya adalah sebagai berikut: Nilai kepahlawanan yaitu seorang pemain caci harus memiliki jiwa yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam permainan caci, yang tidak harus diakhiri dengan rasa dendam terhadap pemain lawannya. Nilai keperkasaan yaitu dalam permainan tarian caci, keperkasaan tidak harus di lakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni.

 

2.6    Kehidupan sosial

Kehidupan sosial adalah cerminan nyata situasi yang terjadi dalam masyarakat. Berbicara tentang masyarakat maka kita akan menemukan sebuah dinamika tanpa batas yang terjadi. Kemajuan pergerakan suatu masyarakat tidak lepas dari pengaruh internal maupun eksternal yang terjadi. Di dalam lingkungan masyarakat terdiri dari komunitas penduduk yang secara sadar berkelompok dan bekerja sama.[26]

Dengan adanya interaksi satu sama lain dapat membangun hubungan kekerabatan yang baik. Hal ini dapat mempererat rasa sosial yang tinggi dimana manusia saling memebutuhkan. Hal ini berarti manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi dengan yang lainnya untuk mengisi kebutuhan yang tidak dimilikinya. Kimbal Young dan Raymond W. Mack mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, sebab tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.[27] Dengan kata lain, interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik anatara dua atau lebih individu manusia, di mana pandangan dan tingkah laku individu yang satu saling mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki individu yang lain. Interaksi sosial merupakan dasar proses sosial. Proses sosial menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis atau bergerak. Proses sosial merupakan cara-cara berhubungan dalam kehidupan masyarakat yang dapat dilihat jika orang-orang dan kelompok-kelomok manusia saling bertemu dan menentukan system serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. [28]

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG DESA MBATA

Desa Mbata adalah sebuah desa yang merupakan hasil pemekaran baru dari desa induk yang bernama Rana Mbeling. Desa ini terletak di kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur. Masyarakat Desa Mbata bermata pencarian sehari-hari adalah bercocok tanam. Mayoritas penduduk Desa Mbata adalah agama Katolik. Sedangkan letak geografis Desa Mbata Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Ngusu, selatan berbatasan dengan Kampung Wae Mokel, sebelah barat dengan Kampung Bebot Lada, dan sebelah timur dengan Desa Kampung Nonggu.[29]

3.2  PROSES PELAKSANAAN TARIAN CACI

3.2.1      Awal Pertunjukan

Sebelum dimulainya pertunjukan caci, Teno (Ketua Adat) dan tua-tua kampung Mbata melakukan perundingan mengenai berapa hari akan dilaksanakannya tarian caci. Dalam perundingan tersebut bapak Polus Tunggal sebagai Teno akan memutuskan berapa hari akan dilakukan tarian caci. Biasanya tarian caci dimainkan selama 3-7 hari tergantung kesanggupan kampung tuan rumah dalam membiyai kegiatan dalam bentuk uang ataupun persedian makanan. Setelah perundingan para pemain caci dirias dengan tata rias khas untuk tarian caci seperti menggunakan songke, celana panjang, jonggo atau daster, tubirapa yang terbuat dari manik-manik, lalong endeki yang menyerupai ekor kerbau, keris, dan sapu tangan. Setelah itu tim tuan rumah pergi menjemput tim tamu diujung perkampungan yang dipimpin oleh teno (Ketua Adat).

Setelah itu para tamu undangan disuguhkan dengan upacara kapok tuak tiba (upcara penerimaan tuak oleh tim tamu). Tempat untuk disimpan tuak adalah robo tuak yang terbuat dari labu yang sudah dikeringkan dan isinya sudah dibuang. Sedangkan wadah minumnya disebut leke nio yang terbuat dari tempurung kelapa. Selain itu dipersilahkan rokok dan cepa (makan sirih) sebagai ucapan selamat datang.[30]

Setelah upcara penerimaan tim tuan rumah mengundang para tamu undangan dari kampung Wae Mokel untuk berkumpul dirumah adat guna melaksanakan upacara meminta restu dari para leluhur dengan mengorbankan babi, kerbau, dan ayam sebagai bentuk memberikan makan kepada leleuhur. Agar para leleluhur menjaga selama upacara ini berlangsung dan para pemain caci terhindar dari luka cacat dan lainnya.

 

3.2.2      Pertunjukan Dimulai

Bapa Polus Tanggal mengatakan bahwa Permainan caci biasanya dimainkan ditengah kampung (natas) ataupun dilapangan. Natas artinya halaman umum kampung dan fungsi natas sebagai maeng caci. Karena untuk memainkan caci membutuhkan arena yang luas agar penari caci leluasa dalam bergerak untuk memamerkan kelincahannya.

 Gong dan gendang dibunyikan serta diselinggi dengan dere (nyayian) dan para wanita melakukan danding (lagu yang dinyayian dalam bentuk kanon atau bergantia: ada nyayian solo, ada yang bersama-sama). Sambil bernyayi mereka membentuk lingkaran secara teratur dengan memakai pakaian adat, serta dalam suasana sukacita.[31]

 Setelah acara danding Para pemain dari caci dari kampung Mbata dan Wae Mokel yaitu kubu tuan rumah dan kubu tim tamu memasuki arena sambil menari dan memamerkan goyangan para pemain dan bunyi larik yang dihempas ketanah serta mengacung-ngacungkan larik. Hal ini sebagai bentuk ketangkasan dan keperkasaan pemain caci.

Setelah itu kedua kubu dipanggil untuk berbicara tentang siapa yang terlebih dahulu menjadi pemukul. Bapa Polus juga mengatakan bahwa Setiap kubu memiliki pemimpin yang dijuluki ata bae leso yang artinya orang yang memebawah matahari yang menunjuk jalan kepada peserta caci agar unggul dan menang. Menurut Bapa Polus Tanggal Biasannya yang menjadi pemukul terlebih dahulu adalah tuan rumah dimana kampung Mbata. sedangkan tim tamu dari kampung Wae Mokel sebagai penangkis. Para pemain dari kedua kubu tersebut bergilir menjadi pemukul dan penangkis. Setelah itu para pemain dihadapkan satu lawan satu. Pemain caci dari kubu penangkis datang ke teno untuk memintah restu dan teno mengikat daster yang menutupi sebagai wajah guna melindungi dari hempasan larik yang nyasar. Sedangkan dari tim pemukul mengambil larik dan mulai mengelilingi arena pertandingan sambil menari.

Setelah tim penagkis siap, tim tuan rumah sebagai pemukul maju untuk memulai serangan. Tim penagkis mulai mengatur strategi agar tidak mengenai badan sebagai pusat pemukulan. Apabila tim pemukul mengenai sasaran maka tim pemukul bersorak dan melakukan selebrasi dengan bernyayi ataupun dengan menari. Sedangkan tim penagkis juga melakukan goyangan sebagai bentuk keperkasaan seorang lelaki dan guna menyemangati para penonton agar acara bertambah meriah. Keberadaan penonton di arena permainan juga sangat dibutuhkan. Karena dengan adanya penonton dapat memeriahkan acara dan dapat membantu memukul gong dan gendang.

 

3.2.3           Pertunjukan Berakhir

Menurut Bapa Polus waktu pertunjukan caci akan berhenti paling lambat jam 03.00-05.00 sore. Karena pada waktu itu matahari sudah mulai terbenam dan para pemain caci tak dapat melihat satu sama lain sehingga Bapa Polus Tanggal sebagai teno atau ketua adat pergi ketengah arena pertunjukan dan melakukan upacara buang bantal atau oke lesung sebagai tanda permainan caci diberhentikan sementara, keesokan hari baru dilanjutkan. Para penonton dari Desa Mbata dan Wae Mokel serta para tamu yang berkesempatan hadir diwajibkan untuk mengikuti tandak. Dimana kaum pria dan wanita membuat lingkaran besar. Salah satu dari pria atau wanita mulai mengagkat lagu dan mereka mulai menyanyi bersama-sama sambil bersahutan. Menurut Bapa Polus Fungsi dari tandak ini sebagai bentuk rasa kekeluargaan dan persatuan sebagai orang manggarai dan tandak ini juga sebagai jembatan mencari jodoh. Dimana semua kaum pria dan wanita berkumpul dan para kaum muda mulai mencari jodoh.

Keesokan hari tepat jam 06.00 pagi semua warga kampung Mbata dan Wae Mokel melakukan pawai menggelilingi kampung Mbata sebagai tanda bahwa acara caci akan dilanjutkan. Tepat jam 08.00 pagi para pemain dan penonton mulai berkumpul disekitar arena pertunjukan. Para pemain caci langsung bergegas ke arena pertunjukan. Para pemain caci memasuki arena dengan diiringi bunyi gong dan gendang.

Setelah memasuki arena, para pemain caci dari kubu tuan rumah dan kubu tamu duduk saling berhadapan sebagai bentuk persatuan. Teno langsung melakukan upacara pembukaan dan Setelah acara pembukaan gendang dibunyikan sebagai tanda caci akan dimainkan. Kedua kubu langsung saling berhadapan dan saling memberikan pukulan dan tangkisan.

Pada jam 05.00 sore teno atau ketua adat kembali ketengah arena pertunjukan dan melakukan upacara oke lesung (buang bantal) sebagai tanda pertunjukan caci diberhentikan untuk sementara. Pada malam hari dilakukan acara tandak sebagai mana dilakukan seperti hari sebelumnya.

Pukul 06.00 pagi warga kampung melakukan kelong (pawai) mengelilingi kampung dan langsung menuju tempat pertunjukan. Pada hari yang ketiga ini sedikit berbeda dengan hari sebelumnya. Tarian caci mulai jam 08.00 pagi. Setelah melakukan tarian, tepat jam 10.00 pagi permainan caci dihentikan. Semua warga kampung dan tamu undangan berkumpul untuk makan bersama dan setiap warga serta tamu undangan wajib makan sebagai rasa menghargai makanan yang sudah disiapkan oleh kampung tuan rumah. Setelah selesai makan Pertunjukan caci dimulai kembali. Kedua kubu kembali beradu ketangkasan dengan saling mencambuk dan menangkis sampai pukul 05.00 sore acara dihentikan dan dilanjutkan dengan acara tandak dan para tamu pulang tanpa pamit.

 

3.3           Pengaruh Tarian Caci terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur

3.3.1      Persatuan/Kekeluargaan

Kebersamaan dan persatuan merupakan salah satu kekhasan dalam acara tarian caci. Di mana masyarakat dapat menjalin hubungan yang lebih erat. Warga Desa Mbata dalam acara caci sangatlah memperhatikan nilai kebersamaan. setiap warga kampunng mengumpulkan hasil panen dengan sukarela tanpa melihat berapa yang diberikan. Sehingga warga Desa Mbata sangat menjunjung tinggi semangat persatuan dan kekeluargaan. Atas dasar persatuan dan kekeluargaan itulah orang-orang turut hadir untuk mengambil bagian dalam acara dan berpartisipasi untuk menyukseskan acara tarian caci.

 

3.3.2      Gotong Royong

Semangat gotong royong juga masih terlihat kental dalam kehidupan masyarakat Desa Mbata. Dimana setiap warga kampung bergotong royong membangun tenda disekitar arena pertunjukan tarian caci. Warga desa juga bergotong royong untuk memasak makanan yang akan dihidangkan untuk makan bersama. Dalam seluruh rangkaian acara, semua masyarakat bergotong royong tanpa memilih besar kecil suatu pekerjaan tersebut. Hal ini menjadi bukti bahwa budaya tarian caci sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat Desa Mbata.

 

3.3.3      Cinta Budaya

Masyarakat Desa Mbata sampai sekarang masih melakukan pertunjukan tarian caci yang diwariskan secara turun-temurun. Hal ini merupakan kesadaran setiap generasi akan cinta mereka pada budaya didaerahnya sendiri. Sikap cinta budaya ini telah ditanam oleh anak muda Desa Mbata. Mereka sangat berpartisipasi aktif dalam tarian caci tersebut. Ada yang sebagai pemain, ada yang dibagian pembantaian. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat manggarai terkhususnya di Desa Mbata sangat mencintai budayanya.

3.3.4      Solidaritas

Rasa solidaritas dikalangan masyarakat Desa Mbata sangat tinggi. Mereka saling membantu misalnya dalam pengumpulan makanan, uang dan sebagainya untuk keperluan keberlangsungan acara tarian caci tanpa memandang berapa pun yang diberikan oleh orang tersebut. Saling memberi ini sebagai bentuk rasa syukur atas reseki yang didapat.

 

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Tarian caci merupakan salah satu jenis tarian budaya Manggarai yang memiliki kekhasannya tersendiri. Tarian Caci ini sangat mementingkan nilai-nilai kehidupan sosial yang dapat memeperkukuh satu-kesatuan sebagai warga masyarakat. Tarian caci juga sebagai indentitas budaya orang Manggarai. Meskipun tarian ini berkesan kekerasan tapi orang Manggarai mementingkan nilai moral yang terbentuk dalam sikap menghargai dan tanggung jawab. Tarian caci juga memiliki keunggulan tersendiri yaitu sportifitas, keberanian, keindahan dan persauadaraan sehingga terbentuknya satu kesatuan yang unggul yang dapat menunjang perkembangan kebudayaan tarian caci di Desa Mbata tersebut. Maka dari itu, tarian caci sangatlah mempengaruhi segala aspek kehidupan soial masyarakat desa Mbata baik itu dalam semangat gotong royong, kekeluargaan, solidaritas dan cinta budaya.

 

4.2 Usul Saran

 Setelah membahas tarian caci serta pengarunya terhadap kehidupan sosial masyarakat di desa mbata, kecamatan kota komba utara, kabupaten manggarai timur, penulis menuliskan usul saran yang ditunjukan kepada;

a.     Masyarakats Desa Mbata

Mengingat perkembangan tarian caci semakin berkembang dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial, maka penulis mengharapkan kepada masyarakat desa mbata untuk semakin mengembangkan budaya tarian caci serta terus mempertahankan semangat persaudaraan, gotong royong, solidaritas dan cinta budaya sebagai bentuk rasa kekeluargaan sebagai orang manggarai.

b.     Anak muda Desa Mbata

Anak muda hendaknya terlibat aktif dalam segala kegiatan tarian caci guna mendekatkan anak muda untuk semakin mencintai budaya asli agar terciptanya rasa satu-kesatuan sebagai warga masyarakat desa Mbata.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

BUKU-BUKU

Brata, Trisnu Nugroho. Antropologi untuk SMA dan MA kelas XI. Jakarta: Erlangga, 2007.

Daeng, Hans. Antropologi Budaya. Ende: Nusa Indah, 1986.

Nggoro, Adi M. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah, 2006.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

 

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988.

Yeniningsih, Taat Kurnita. Pendidikan Seni Tari. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2018.

 

INTERNET

 

Abut, Eduardus Y. dan Kaleb Simanungkalit. “Identitas Budaya dan Maknanya dalam Tarian Caci Orang Manggarai”. https://www.academia.edu/30404681/IDENTITAS_BUDAYA-DAN_MAKNANYA_DALAM_TARIAN_CACI_ORANG_MANGGARAI diakses pada 9 Agustus 2022.

 

Endang Ratih E. W.” Pengetahuan dan Pemikiran Seni Fungsi Tari sebagai Seni Pertunjukan”. Jurnal Harmonia, Vol. 2, No. 2, Mei-Agustus 2001.

 

Ifititah, Nurul Laily, “Tari Tradisional: Sejarah, Jenis, Nama dan Daerah Asalnya”, https://Katadata.co.id,diakses pada 9 Agustus 2022.

 

Nurtanio, Agus Purwanto, “Pendidikan dan Kehidupan sosial”, https://media.neliti.com, diakses pada tanggal 9 Agustus 2022.

 

Silvester, Deni. “Tari Rakyat”, https://scribd. Com, diakses pada tanggal 9 Agustus 2022.

 

Surya, Elisabeth. “Makna Simbolik dan Fungsi Tarian Caci di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur”, skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2009.

 

WAWANCARA

 

Hasil wawancara dengan Yosep Tanggal, Warga Kampung Mbata, pada 16 juni 2022 di Mbata.

Hasil wawancara dengan Polus Tanggal, Warga Kampung Mbata, pada 16 juni 2022 di Mbata.   

TARIAN CACI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DESA MBATA, KECAMATAN KOTA KOMBA UTARA, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

---

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  LATAR BELAKANG PENULISAN

 

Indonesia adalah negara kepulauan yang beragam akan kebudayaannya yang dapat membentuk masyarakat tersebut. Kebudayaan merupakan suatu abstraksi dari keseluruhan kecakapan bertindak manusia yang telah di warisi dari generasi ke generasi oleh sekelompok manusia yang mempunyai tradisi atau adat kebiasaan yang sama.[1] Kebudayaan ini juga dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan sosial. Salah satu kebudayaan yang sangat melekat adalah seni tari. Setiap seni tari memiliki keunikan dan kekhasannya masing-masing. Setiap daerah memiliki seni tarinya masing-masing yang memiliki fungsi, tujuan dan maknanya tersendiri. Kepercayaan bahwa kebudayaan itu mempersatukan berdampak pada terbentuknya persekutuan dan persatuan antarmanusia yang percaya pada tradisi atau adat yang diwariskan oleh generasi tua (leluhur) kepada generasi muda, seperti dari orangtua kepada anak-anaknya dan dari guru kepada murid-muridnya secara berkesinambungan.[2]

Manggarai adalah salah satu kawasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki kebudayaan seni tari. Salah satu Seni tari yang menjadi kekhasan adalah Tarian Caci. Tari caci adalah tari perang sekaligus tari rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai. Orang yang memegang cambuk adalah penyerang sedangkan orang yang memegang tameng adalah pemain bertahan. Tarian caci sudah menjadi tarian khas manggarai. Banyak orang yang bukan asli orang manggarai menggangap tarian ini adalah tarian yang berkesan kekerasan. Tetapi sebenarnya tarian ini akan menumbuhkan rasa solidaritas dan rasa persatuan Karena didalam tarian ini membutukan kerjasama dan tanggung jawab antara masyarakat.

Tarian Caci pada awalnya hanya dipentaskan pada upacara adat seperti hang woja weru (syukur atas pesta panen). Sekarang permainan tarian Caci dimainkan dalam berbagai kesempatan seperti menerima tamu kehormatan, meramaikan hari Nasional. Tarian Caci juga memiliki kekhasan pada peralatan dan perlengkapanya sebagai pendukung tarian tersebut. Tarian Caci dimainkan oleh kaum pria karena didalam tarian ini diaduhkan ketangkasan dan keberanian seorang pria. Tetapi tarian ini tidak berkesan kekerasan melainkan akan menumbuhkan rasa solidaritas dan sportif.[3]

Tarian Caci sudah menjadi tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi agar tarian ini terpelihara baik. Caci adalah suatu momen budaya tertentu yang sifatnya sukacita, dalam menampilkan kehebatan main saling cambuk, tak mengutamakan kalah-menang, tetapi memperhatikan semangat kekeluargaan.[4] Terkhususnya masyarakat desa Mbata, kecamatan Kota Komba Utara, kabupaten Manggarai Timur yang sangat berpartisipasi dalam tarian caci ini. Sehingga timbulnya rasa saling bergotong-royong dalam menyukseskan acara ini. Masyarakat mbata juga sangat menjunjung tinggi rasa solidaritas. Dimana setiap warga kampung mengumpulkan hasil panen dan sejumlah uang yang ada padanya sebagai bentuk solidaritas. Sehingga kebutuhan dalam acara berjalan dengan baik.[5]

Maka dari itulah, penulis mengangkat judul Tarian Caci dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur.

 

1.2   RUMUSAN MASALAH

Masalah-masalah yang dibahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.

1.     Bagaimana proses pelaksanaan tarian Caci di Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur?

2.     Bagaimana pengaruh tarian Caci terhadap kehidupan sosial masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur?

 

1.3    TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut.

1.     Mendeskripsikan proses pelaksanaan tarian Caci di Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur

2.     Mendeskripsikan pengaruh tarian Caci terhadap kehidupan sosial masyarakat desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur

 

1.4  METODE PENULISAN

Untuk mengetahui informasi mengenai Tarian Caci serta Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur, penulis menggunakan dua metode. Kedua metode itu adalah sebagai berikut.

1.     Metode Kepustakaan

Dalam metode ini, penulis menggunakan buku-buku kepustakaan dan sumber referensi lainnya sebagai sumber karya tulis.

2.     Metode Wawancara

Dalam metode ini, penulis menyiapkan beberapa pertanyaan dan langsung turun ke lapangan untuk mewawancari.

 

1.5   SISTEMATIKA PENULISAN

Sistemmatika penulisan karya ilmiah ini terdiri dari empat bab yang dapat dirincikan sebagai berikut:

Bab I merupakan bagian pendahuluan berisikan penjelasan singkat dan gambaran secara umum mengenai penulisan ini. Adapun gambaran umum ini terdiri dari uraian latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II, penulis menguraikan gambaran umum tentang tarian, pengertian tarian, jenis-jenis tari, gambaran tentang tarian caci, dan menjelaskan fungsi dari tarian caci tersebut.

Bab III, merupakan bagian isi. Pada bagian ini, penulis menjelaskan letak geografis desa Embata dan penulis juga menguraikan tentang proses pelaksaan tarian caci serta penulis juga menguraikan pengaruh tarian caci terhadap kehidupan sosial masyarakat desa Mbata.

Bab IV, merupakan bagian penutup. Pada bagian ini penulis memberikan kesimpulan dan usul-saran terhadap tarian caci.

 

     

BAB II

Landasan Teori

 

2.1  Pengantar

Pada dasarnya, setiap daerah memiliki tariannya masing-masing dan tarian tersebut yang mencerminkan budayanya bahkan, dalam satu daerah memiliki beberapa tarian yang menjadi kekhasannya. Keberagaman seni tari ini sepatutnya kita sebagai pemuda yang cinta kebudayaan haruslah mempertahankan kebudayaan seni tari yang telah diwarisi secara turun-temurun. Salah satu tujuan dari tarian adalah untuk menjaga budaya agar tetap menjadi kekhasan tersendiri. Oleh karena itu, dalam bab ini penulis menguraikan beberapa hal penting yang perlu kita ketahui yaitu gambaran tentang tarian dan jenis-jenis tari. Penulis juga menguraikan tarian Caci serta fungsinya sebagai tarian khas Manggarai.

 

2.2  Pengertian Tarian

Tarian berasal dari kata Tari yang berarti gerakan badan, tangan, dan sebagainya yang berirama. Tarian biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian seperti musik, gamelan, gong dan sebagainya. Setiap tarian dari masing-masing daerah memiliki beberapa ragam atau gaya dalam membawakan tarian.[6] Tarian juga sebagai lambang kekhasan dari daerah tersebut dan dipakai sebagai simbol pembukaan atau penerimaan tamu. Sedangkan menurut pendapat ahli tari Indonesia Soedarsono dalam bukunya Djawa dan Bali, “tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah”.

Menurut BPH Suryodiningrat ahli tari dari Yogyakarta dalam bukunya Babad Lan Makering Jogged Jawi, “tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun dengan selaras dan berirama serta mempunyai maksud tertentu”. Salah seorang ahli tari India, Komala Devi Chattopayaya, mengatakan bahwa tari adalah gerakan gerakan luar yang ritmis dan lama kelamaan nampak mengarah kebentuk-bentuk tertentu.[7] Manurut Corrie Hartong dari Belanda mengatakan dalam buku Danskunst bahwa tari merupakan gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari tubuh dalam ruang.[8] Dari pengertian di atas, tari pada intinya adalah gerakan badan tangan, kepala, kepala dan sebagainya yang diiringi dengan bunyi-bunyian.

 

2.3  Jenis-Jenis Tari

2.3.1      Tari Primitif

Tari primtif bersifat sederhana, baik dalam unsur gerak, busana, rias, iringan, atau tempat pertunjukannya. Sedangkan, alat yang digunakan sebagai pengiring tari primitif berupa pukulan-pukulan ritmis dari alat musik pengiring seperti gong dan gendang.

 

2.3.2      Tari Klasik

Tari klasik merupakan tarian yang terpelihara dengan baik di istana dan kalangan bangsawan. Gerakan tari klasik memiliki aturan tertentu. Bentuk gerak tari klasik diatur secara teliti, mengikat, dan tidak boleh dilanggar. Jika penari melakukan gerakan yang tidak sesuai aturan, dianggap salah. Dalam tari klasik unsur pendukung juga diatur seperti busana, iringan musik, pola lantai, bahkan dialog.[9]

 

2.3.3      Tari Rakyat

Tari rakyat adalah tarian yang diciptakan oleh satu masyarakat ditempat yang berbeda-beda. Dalam pertunjukannya, setiap tarian juga memiliki ciri khas gerakan serta namanya sendiri. Karakter tari rakyat pada umumnya gerak-gerak spontanitas, dari keterampilan masing-masing.[10]

Maka dari itu tarian caci termasuk dalam tari primitif dan tari rakyat. Karena tarian caci masih bersifat sederhana, baik dalam unsur gerak, busana, rias, iringan, dan tempat pertunjukan dan alat yang mengeringi tarian adalah gong dan gendang dan tarian caci gerakan tidak terlalu terikat sehingga para penari bebas melakukan gerakan dan gerakannya secara umumnya gerakan spontanitas dan setiap gerakan ada ciri khas tersendiri.

 

2.4  Fungsi Tarian

2.4.1      Sarana Upacara

Sarana upacara merupakan media persembahan atau pemujaan terhadap kekuatan gaib yang banyak digunakan oleh masyarakat yang memiliki kepeercayaan animisme (roh-roh gaib), dinamisme (benda-benda yang mempunyai kekuatan), dan totemisme (binatang-binatang yang dapat mempengaruhi kehidupan) yang disajikan dalam upacara sakral ini mempunyai maksud untuk mendapatkan keselamatan atau kebahagiaan. Fungsi tari sebagai sarana upacara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu untuk upacara keagamaan, upacara adat berkaitan dengan peristiwa alamiah, dan upacara adat berkaitan dengan peristiwa kehidupan manusia.[11]

 

2.4.2      Hiburan

 Dimaksudkan untuk memeriahkan atau merayakan suatu pertemuan. Tari yang disajikan dititikberatkan bukan pada keindahan geraknya, melainkan pada segi hiburan. Tari hiburan pada umumnya merupakan tarian pergaulan atau social dance. Pada tari hiburan ini mempunyai maksud untuk memberikan kesempatan bagi penonton yang mempunyai kegemaran menari atau menyalurkan hobi.[12]

 

2.4.3      Pertunjukan

 Yaitu tari yang bertujuan untuk memberi pengalaman estetis kepada penonton. Tari ini disajikan agar dapat memperoleh tanggapan apresiasi sebagai suatu hasil seni yang dapat memberi kepuasan pada mata dan hati penontonnya, oleh karena itu, tari sebagai seni pertunjukan memerlukan pengamatan yang lebih serius dari pada sekedar untuk hiburan. Untuk itu tari yang tergolong sebagai seni pertunjukan/tontonan adalah tergolong performance, karena pertunjukan tarinya lebih mengutamakan bobot nilai seni dari pada tujuan lainnya.[13]

 

2.4.4      Pendidikan

Tari sebagai Media Pendidikan merupakan tari yang bersifat untuk mengembangkan kepekaan estetis melalui kegiatan berapresiasi dan pengalaman berkarya kreatif. Lebih spesifik lagi kita tinjau tari sebagai seni pertunjukan, banyak aspek yang dapat dibahas dalam tari pertunjukan, namun dalam tulisan ini bukan untuk mengupas semuanya, adapun yang akan dibahas selain mengenai jenis tarinya juga akan dibahas juga tentang dua aspek pokok dalam tari, yaitu faktor penonton sebagai apresiator dan faktor tari sebagai karya estetis.[14]

 

2.5  Tarian Caci

2.5.1      Sejarah Tarian Caci

Menurut sumber sejarah yang ada, tari caci ini berawal dari tradisi masyarakat Manggarai dimana para laki-laki saling satu lawan satu untuk menguji keberanian dan ketangkasan mereka dalam bertarung. Tarian caci ini juga maumenentukan siapa yang benar dan salah. Tarian ini kemudian berkembang menjadi sebuah kesenian dimana terdapat gerak tari, lagu dan musik pengiring untuk memeriahkan acara.[15]

 

2.5.2      Arti Caci

Kata Caci berasal dari kata ca yang artinya satu. Caci terbagi atas dua suku kata, yaitu ca dan ci kalua berdiri sendiri artinya paksa, memaksa. Caci secara harfiahnya satu-satu, satu di sana, satu di sini, memukul dan menangkis secara berbalasan, satu lawan satu. Main caci terdiri dari dua kelompok (kubu). Istilah kubu di sini bukan bermaksud sebagai lawan, musuh, dan dalam pertandingan pun tak mengutamakan siapa yang kalah dan siapa menang; tetapi yang penting dilihat adalah secara keseluruhan permainan caci itu. Permainan caci merupakan acara budaya, misalnya, dilakukan pada waktu acara adat perkawinan (tae kawing), acara syukuran (penti), dan lain-lain. Yang bermain caci adalah kaum lelaki, sedangkan perempuan hanyah berpartisipasi dalam acara, seperti main gong (tebang nggong), melayani tamu-tamu/keluarga kerabat dengan menyiapkan komsumsi.

Yang ikut bermain caci adalah orang dewasa berusia 21 tahun ke atas, baik yang masih muda maupun sudah tua atau yang telah berkeluarga. Main caci juga tidak diperkenankan pemain caci antara saudara kandung, saudara sepupu terdekat, satu warga kampung, keluarga tetangga (pa’ang ngaung), kenalan dekat (hae reba).[16]

 

2.5.3      Alat yang Digunakan Para Pemain Caci

2.5.3.1  Nggiling atau Tameng

Nggiling terbuat dari kulit kerbau. Nggiling biasanya berbentuk bulat dan dibagian tengah dibuat pegangan sehingga pemain caci berpegangan disitu. Nggiling berfungsi melindungi diri dari sambitan larik yang dilontarkan dari pemain caci lawan.

 

2.5.3.2  Agang

Agang terbuat dari bambu yang dibuat setengah lingkaran dan dililiti dengan ijuk. Agang ini berfungsi melindungi diri dari sabitan larik dan disitulah pemain caci membangun strategi untuk menangkis dan menghindari pukulan yang dilontarkan lawan pemain.[17]

 

2.5.3.3  Cemeti atau Larik

Cemeti terbuat dari rotan dan dililiti dengan tali-temali. Pada ujung cemeti diselipkan dengan lidi agar saat cemeti dilontarkan terdengar bunyi dan menambah semangat para penonton.

 

2.5.3.4  Kriteria Caci

Ada banyak kriteria caci, tetapi yang dibahas di sini adalah kriteria yang baku, sudah berlaku umum dan diketahui umum.

1.     Pria/Lelaki

Kalau dulu, yang ikut bermain caci khusus lelaki yang sudah dewasa, tetapi kini bisa juga remaja/orang muda/anak sekolah sesuai momen acaranya. Dalam permainan caci dalam konteks perkawinan (tae kawing), acara syukuran (penti), syukuran membuka kebun kebun bundar yang baru (radang lingko), maka pemain caci dewasa yang ditampilkan. Sedangkan anak remaja, orang muda, bias ikut bermain caci dalam konteks pendidikan, seperti pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, Hardiknas, hari Sumpah Pemuda dan hari bersejarah lainnya yang diselenggarakan pemerintah daerah manggarai.

Permainan caci ialah khusus kaum lelaki, karena motif permainannya keras, agak kasar, kurang etis yaitu tak memakai baju. Bagian perut (tuka) sampai batas pusat (putes) tak ditutupi dengan baju. Jadi, caci khusus tarian kaum lelaki.

 

2.     Selek

Selek adalah menata diri pemain caci dalam hal berpakain. Secara umumnya bahwa perlengkapan pakaian caci, akan tetapi cara berpakaian: kerapian, kebersihan pakaian, merupakan nilai positif bagi peserta main caci. Ada ungkapan Manggarai yang bunyinya demikian, dia keta selek caci caci ata rona hiot maeng caci (baik sekali cara berpakaian si laki-laki pemain caci itu). Dari ungkapan ini menandakan bahwa selek dia (berpakaian yang baik) merupakan ekspresi jati diri, menunjukkan estetika budaya. Berpakain itu punya arti dalam hidup manusia, dimana saja berada. Berpakaian merupakan cerminan diri manusia.[18]

 

3.     Lomes

Lomes adalah tata krama, yang menekankan variasi gaya pemain caci yang tak kena cambukan caci. Yang dilihat secara sepintas menyangkut lomes yaitu: suara waktu menyanyi, raut muka yang ramah, bahasa-bahasa kiasan yang digunakan tidak menyinggung perasaan orang lain, tetapi malah simpati pada diri pemain caci itu. Misalnya, cara menari (congka), cara memuji diri di hadapan lawan/penonton dan anggotanya (kubunya), dengan khas. Lomes tidak hanya di tampilkan pada waktu diri pemain caci yang tak kena cambukan caci, tetapi ia tetap menunjukan sikap ramah. Misalnya, si A telah menangkis pukulan/cambukan dari pihak lawan dan pihaknya mendapat kena cambukan. Ia tetap menunjukan diri dengan sikap ramah (lomes). Bahkan membawakan sebuah lagu tunggal (dere nenggo). Lagu yang dibawakan itu harus merdu, tak menyinggung perasaan orang lain, tetapi lagu yang membuat orang kagum/simpati, dan isi lagu harus sesuai topik acara saat itu.[19]

 

4.     Ilo

Ilo artinya tidak kena cambukan oleh lawan caci. Pemain caci yang ilo merupakan salah satu nilai/bobot tersendiri dan penting. Orang juga dianggap hebat main caci justru salah satu hal terletak di sini yaitu ilo (tak kena pukulan/cambukan atau jarang kena cambukan oleh lawan caci).

Mencari pemain seperti ini cukup sulit. Mengapa? Karena pihak lawan caci, yang mendapat giliran memukul/mencambuk disertai berbagai macam gerakan, upaya-upaya, aba-aba, sedemikian rupa membuat pihak lawan tertipu (adong). Karena ketika pihak yang menerima cambukan tak mampu menangkis cambukan tersebut dan tak kena pukulan, itulah yang disebut ilo

Yang disebut ilo tiba larik (lincah tak kena cambukan caci) bukan karena belas kasihan dari pihak lawan, atau bukan karena ia menangkisnya dengan cara tidak halal (di luar aturan main) akan tetapi dilakukan secara sportif, jujur. Jadi, tak ada sekongkol. Dalam hal sistem pemerintahan, mental pemimpin daerah/lokal sebetulnya bias mengambil intisari dari salah satu segi yaitu tak ada kolusi, korupsi dan nepotisme. Jadi, orang dianggap hebat bukan karena didongkrak oleh orang lain, tetapi karena prestasi individunya.[20]

 

5.     Co’o Pakin

Co’o pakin (co’o=bagaimana caranya; pakin=memukul, mencambukinya. Pada kriteria kelima ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

 

1.     Mberes Paki

Mberes paki (mberes=deras, kuat; paki= memukul, mencambuk). Embers paki artinya kuat memukul/mencambuki. Embers paki (kuat memukul/deras memukul) ialah lambing kejantanan, kekuatan energi, lelaki. Dampak lain embers paki ialah pada pihak penangkis pukulan diupayakan supaya siap siaga, waspada menerima pukulan yang deras itu. Logisnya, bilamana kena pukulan pada lawan, kemungkinan besar mendapat luka besar, lukanya dalam dan keluar darah. Menarik juga ditonton bila kuat memukul, karena akan terdengar bunyi tangkisannya oleh pihak lawan. Pemain caci semestinya memiliki fisik yang besar, berenergi, dan bersih. Dan syarat utamanya adalah harus sehat jasmani dan rohani.

 

2.     Co’o Pakin

Co’o Pakin ialah bagaimana cara mencambuki/memukulnya. Memukul/saling mecambuki dalam tanding caci tak sekedar mencambuki. Seharusnya berpacu pada aturan-aturan umum permainan caci, yang prakteknya tergantung tabiat setiap orang. Misalnya, dalam hal embong larik (lagu-lagu singkat membuat pihak penangkis terlena). Mungkin lagu tersebut hanya satu bait saja, baru langsung mencabuki lawan.

 

3.     Nia Pakin

Nia Pakin (nia= dimana; pakin= sasaran pukulannya, sasaran cambukan). Nia Pakin artinya artinya dimana sasaran memukul/sasaran cambukan. Tak semua badan dipukul/dicambuk ialah pada bagian tubuh tertentu seseorang, yaitu sekitar diatas pusat sampai ujung rambut/kepala. Jika ada orang yang mememukul di luar ketentuan umum tersebut akan di tegur (toing) dan dimarahi (rabo) oleh tua adat/panitia pertandingan/tarian. Atau dalam kondisi tertentu yang melanggar memukul itu dikeluarkan dari arena permainan/pertandingan. Sifat pemberhentian hanya berlaku saat itu; bukan untuk seterusnya. Dalam arti, kalua pemain yang langgar itu hari berikutnya bias ikut lagi permainan caci.[21]

 

4.     Nganceng Hena Paki One Ata

Nganceng Hena Paki One Ata (nganceng= bias, dapat; hena= kena; paki= cambuk/pukul; one ata= kepada orang lain). Artinya bias kena cambuk pada pihak lawan.

Ada beberapa tingkatan bobot pukulan dalam tanding caci. Misalnya, si pencambuk yang mampu melukai lawanya. Lebih hebat lagi jika si pencambuk mampu mengarahkan pukulannya mengenai lawan pada bagian tertentu yang dianggap bergengsi, dan kalau pada tempat tersebut hena beke (kena luka cacat). Tempat-tempat tersebut adalah tangan, dan bagian muka/kepala. Disebut hena beke, sebab dalam permainan saling cambuk ini posisi tangan terlindungi oleh tameng (nggiling) dan gagang (koret). Sedangkan bagian kepala/muka disebut beke (kena cacat) sebab bagian ini ditutupi oleh topi (panggal) dan seluruh muka dan kepala ditutupi dengan lapisan kain yang disebut jonggo. Jadi, orang yang terkena cambukan pada bagian yang dianggap beke akan merasa malu, merasa gengsinya turun.[22]

 

5.     Nenggo/Dere

Nenggo/Dere adalah nyayian/menyanyi. Dere sebetulnya adalah bagian dari lomes. Tetapi karena lomes menyangkut hal-hal yang umum, maka nenggo perlu ditampilkan waktu caci tak sekedar menyanyi, tetapi sedapat mungkin berkaitan dengan momen acara. Misalnya main caci waktu wagal (perkawinan), berbeda isi/judul/pesan lagu pada pesta syukuran membuka kampung baru (penti pande beo weru). Atau saat itu diadakan caci dalam rangka HUT Kemerdekaan RI, maka pesan lagu pun harus dengan suara merdu. Lagu dapat membahas sesuatu.

 

6.     Tebang Nggong

Tebang Nggong (tebang= main, bermain; nggong= gong). Tebang nggong artinya bermain gong/membunyikan gong. Peserta main gong adalah para perempuan/ibu-ibu, dengan memakai pakaian adat yang sesuai acara. Ada beberapa jenis tebang nggong yakni: pertama, tebang nggong tutung (main gong dengan gerak tempo lambat). Dan kedua, tebang nggong kedendit (main gong dengan gerak tempo cepat). Tebang nggong adalah syarat mutlak/bagian yang tak terpisahkan dalam main caci. Bunyi gong yang baik akan sangat menentukan/berpengaruh, menambah semangat lomes. Jika gongnya tempo lambat, maka pemain cacipun menari dengan lambat; begitupun kalau gongnya gerak tempo cepat, maka pemain pun akan menari dengan cepat.[23]

 

2.5.4    Pakaian yang Dikenakan Para Penari Caci

Para pemain caci bila di dandani dengan busana yang baik maka akan tampak seperti seorang lelaki yang sejati dan siap bertarung.

 

2.5.4.1  Bagian Kepala

Alas kepala bagian paling dalam penari yang membungkus kepala penari untuk yang berfungsi untuk melindungi kepala pemain caci adalah jonggo atau destar. Bagian diluar kepala digunakan panggal yang menyerupai tanduk kerbau guna melindungi kepala dari cambukan larik atau cemeti yang nyasar dibagian kepala. Sedangkan dibagian dagu dililiti dengan tubirapa yang terbuat dari manik-manik yang menambah kesan kenjantanan bagi pemakainya.

 

2.5.4.2  Bagian Badan

Pada bagian badan terkhusunya dari pusat keatas tidak ditutupi pelindung sebab tubuh bagian atas merupakan sasaran dari serangan lawan. Bagian punggung diselipkan lalong endeki yang menyerupai ekor kerbau yang terbuat dari rotan dan dililiti dengan kulit kerbau dan bagian depanya diselipkan keris. Keris ini tidak hanya sebagai penghias tetapi juga sebagain peredam pukulan larik agar rasa sakit berkurang.[24]

 

2.5.4.3  Bagian Tangan

Pada bagian tangan ini, biasanya tidak ditutupi apa-apa. Tapi biasanya para pemain mengikat sapu tangan warna-warni dilengannya dan fungsinya sebagai pengelap keringat dan sebagai alas saat memegang nggiling atau tameng. Dan sapu tangan juga menambah nilai keindahan saat pemain menari dengan membai-lambai yang menambah kesan untuk menarik perhatian orang untuk menonton.

 

2.5.4.4  Bagian Pinggang ke Bawah

Pada bagian ini pemain menggunakan celana panjang berwarna putih. Pemain caci menggunakan celana panjang agar bisa bergerak bebas dan celana panjang tersebut berfungsi untuk melindungi pinggang ke bawah bila ada pukulan yang nyasar. Diluar celana panjang tersebut digunakan towe songke (sarung songke). Songke diatur sedemikian sehingga songke hanya dipakai sebatas lutut.[25]

 

2.5.5      Nilai-Nilai Tarian Caci

2.5.5.1  Nilai dari Bahasa dan Nyanyian

Pada dasarnya, tarian caci sangat menarik ketika seorang pemain caci setelah menerima pukulan atau memberi pukulan, berbicara dan bernyanyi. Hal ini perlu dalam permainan caci agar dapat menarik perhatian penonton dengan nyanyian yang dilakukan apalagi dengan menggunakan bahasa yang indah dan istilah-istilah yang baik. Bahasa yang digunakan biasanya menggunakan bahasa daerah manggarai. Keunggulan seorang pemain caci dilihat dari keindahan dalam berkata-kata dan menyanyi juga haruslah selaras dengan caranya bertarung yang diiringi dengan bunyi gong dan gendang serta nyanyian lainnya (sanda). Selain itu, bahasa dan nyanyiannya akan indah ketika tidak membuat orang yang menonton dan khususnya lawannya tersinggung. Dalam memerankan permainan caci kita harus memiliki kecakapan dalam berbahasa dan memiliki keindahan suara karena itu merupakan sebuah modal yang dapat menarik para penonton sehingga dengan demikian potensi yang kita miliki dapat di akui oleh orang banyak.

 

2.5.5.2  Nilai Cara Berpakaian

Cara berpakaian dalam permainan caci sangatlah menentukan keindahan dari para penari caci, sehingga tercipta keserasian dan kekompakan dalam pertunjukan tarian caci. Pakaian yang digunakan antara lain panggal yang berfungsi sebagai penyokon kepala, selendang, kain songke, ikat pinggan, nggiring, dan celana panjang berwarna putih. Sebagai seorang yang memiliki bakat bermain caci haruslah mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan yang menunjang terlaksananya pertunjukan tarian caci baik dari perlengkapan yang terkecil hingga yang terbesar sehingga dapat menciptakan nilai keserasian saat mementaskan tarian caci. Karena itu menjadi kesimpulan bahwa sebagai seorang pemain caci yang memiliki bakat, tentu haruslah memiliki berbagai perlengkapan-perlengkapan pakaian yang dapat menunjang terlaksananya pertunjukan tarian caci, sehingga tercipta keserasian dan kekompakan dalam memerankan tarian caci. Peralatan tarian caci yang terbuat dari kulit kerbau melambangkan kekuatan, ketenangan, kerendahan hati, dan tidak emosional, sedangkan bentuknya yang relatif bundar melambangkan adanya satu titik pusat yang mengatur semuanya, itulah Tuhan Yang Maha

 

2.5.5.3  Nilai Moral

Permainan caci atau tarian caci merupakan sebuah identitas budaya orang manggarai. Meskipun, ini adalah sebuah pertarungan, tetapi etika moral tetap menjadi hal yang utama yang harus diperhatikan. Etika moral kemanusiaan adalah yang utama dalam tarian ini. Dalam hal ini, pertarungan atau perkelahian tentunya akan berlawanan dengan etika moral, tetapi dalam permainan caci, etika moral tetap menjadi yang utama lewat sikap tanggung jawab dan saling menghargai dalam sebuah pertarungan. Karena itu yang perlu disadari bersama adalah pentingnya mengerti dan memahami etika moral yang terkandung dalam budaya tarian caci sehingga terciptanya sebuah situasi yang kondusif baik tokoh masyarakat setempat yang berfungsi sebagai pelayan terlaksananya budaya tarian caci dan juga bagi para pengunjung yang memeriahkan atau menyukseskan pementasan atau pertunjukan budaya tarian caci.

 

2.5.5.4  Nilai Darah, Keringat, dan Air Mata

Dalam tarian caci, darah, keringat, dan air mata ini tidak akan menjadikan orang yang hadir dalam tarian caci tersebut merasa menyesal, justru akan membuat mereka merasa betah karena di situlah keseruan dari tarian caci. Mereka tidak pernah menyerah sampai di katakan “Rowa” (mati). Tetapi, mati di sini berarti petarung terkena cambukan di daerah kepala (wajah) dan tangan. Meskipun tubuh mereka terkena cambukan hingga berdarah, berkeringat dan air mata mengalir, malah jusrtu akan menciptakan pertarungan semakin seru. Darah, keringat dan air mata dalam tarian caci mengandung makna kepahlawanan dan keperkasaan. Namun dalam caci, keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Tarian caci diiringi bunyi gendang dan gong serta nyanyian para pendukungnya yang menunjukkan kemegahan acara tersebut. Namun suatu hal yang sangat penting dari sebuah pementasan tarian caci adalah bagaimana memberikan makna simbolik bagi masyarakat manggarai yang diantaranya adalah sebagai berikut: Nilai kepahlawanan yaitu seorang pemain caci harus memiliki jiwa yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam permainan caci, yang tidak harus diakhiri dengan rasa dendam terhadap pemain lawannya. Nilai keperkasaan yaitu dalam permainan tarian caci, keperkasaan tidak harus di lakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni.

 

2.6    Kehidupan sosial

Kehidupan sosial adalah cerminan nyata situasi yang terjadi dalam masyarakat. Berbicara tentang masyarakat maka kita akan menemukan sebuah dinamika tanpa batas yang terjadi. Kemajuan pergerakan suatu masyarakat tidak lepas dari pengaruh internal maupun eksternal yang terjadi. Di dalam lingkungan masyarakat terdiri dari komunitas penduduk yang secara sadar berkelompok dan bekerja sama.[26]

Dengan adanya interaksi satu sama lain dapat membangun hubungan kekerabatan yang baik. Hal ini dapat mempererat rasa sosial yang tinggi dimana manusia saling memebutuhkan. Hal ini berarti manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi dengan yang lainnya untuk mengisi kebutuhan yang tidak dimilikinya. Kimbal Young dan Raymond W. Mack mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, sebab tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.[27] Dengan kata lain, interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik anatara dua atau lebih individu manusia, di mana pandangan dan tingkah laku individu yang satu saling mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki individu yang lain. Interaksi sosial merupakan dasar proses sosial. Proses sosial menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis atau bergerak. Proses sosial merupakan cara-cara berhubungan dalam kehidupan masyarakat yang dapat dilihat jika orang-orang dan kelompok-kelomok manusia saling bertemu dan menentukan system serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. [28]

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG DESA MBATA

Desa Mbata adalah sebuah desa yang merupakan hasil pemekaran baru dari desa induk yang bernama Rana Mbeling. Desa ini terletak di kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur. Masyarakat Desa Mbata bermata pencarian sehari-hari adalah bercocok tanam. Mayoritas penduduk Desa Mbata adalah agama Katolik. Sedangkan letak geografis Desa Mbata Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Ngusu, selatan berbatasan dengan Kampung Wae Mokel, sebelah barat dengan Kampung Bebot Lada, dan sebelah timur dengan Desa Kampung Nonggu.[29]

3.2  PROSES PELAKSANAAN TARIAN CACI

3.2.1      Awal Pertunjukan

Sebelum dimulainya pertunjukan caci, Teno (Ketua Adat) dan tua-tua kampung Mbata melakukan perundingan mengenai berapa hari akan dilaksanakannya tarian caci. Dalam perundingan tersebut bapak Polus Tunggal sebagai Teno akan memutuskan berapa hari akan dilakukan tarian caci. Biasanya tarian caci dimainkan selama 3-7 hari tergantung kesanggupan kampung tuan rumah dalam membiyai kegiatan dalam bentuk uang ataupun persedian makanan. Setelah perundingan para pemain caci dirias dengan tata rias khas untuk tarian caci seperti menggunakan songke, celana panjang, jonggo atau daster, tubirapa yang terbuat dari manik-manik, lalong endeki yang menyerupai ekor kerbau, keris, dan sapu tangan. Setelah itu tim tuan rumah pergi menjemput tim tamu diujung perkampungan yang dipimpin oleh teno (Ketua Adat).

Setelah itu para tamu undangan disuguhkan dengan upacara kapok tuak tiba (upcara penerimaan tuak oleh tim tamu). Tempat untuk disimpan tuak adalah robo tuak yang terbuat dari labu yang sudah dikeringkan dan isinya sudah dibuang. Sedangkan wadah minumnya disebut leke nio yang terbuat dari tempurung kelapa. Selain itu dipersilahkan rokok dan cepa (makan sirih) sebagai ucapan selamat datang.[30]

Setelah upcara penerimaan tim tuan rumah mengundang para tamu undangan dari kampung Wae Mokel untuk berkumpul dirumah adat guna melaksanakan upacara meminta restu dari para leluhur dengan mengorbankan babi, kerbau, dan ayam sebagai bentuk memberikan makan kepada leleuhur. Agar para leleluhur menjaga selama upacara ini berlangsung dan para pemain caci terhindar dari luka cacat dan lainnya.

 

3.2.2      Pertunjukan Dimulai

Bapa Polus Tanggal mengatakan bahwa Permainan caci biasanya dimainkan ditengah kampung (natas) ataupun dilapangan. Natas artinya halaman umum kampung dan fungsi natas sebagai maeng caci. Karena untuk memainkan caci membutuhkan arena yang luas agar penari caci leluasa dalam bergerak untuk memamerkan kelincahannya.

 Gong dan gendang dibunyikan serta diselinggi dengan dere (nyayian) dan para wanita melakukan danding (lagu yang dinyayian dalam bentuk kanon atau bergantia: ada nyayian solo, ada yang bersama-sama). Sambil bernyayi mereka membentuk lingkaran secara teratur dengan memakai pakaian adat, serta dalam suasana sukacita.[31]

 Setelah acara danding Para pemain dari caci dari kampung Mbata dan Wae Mokel yaitu kubu tuan rumah dan kubu tim tamu memasuki arena sambil menari dan memamerkan goyangan para pemain dan bunyi larik yang dihempas ketanah serta mengacung-ngacungkan larik. Hal ini sebagai bentuk ketangkasan dan keperkasaan pemain caci.

Setelah itu kedua kubu dipanggil untuk berbicara tentang siapa yang terlebih dahulu menjadi pemukul. Bapa Polus juga mengatakan bahwa Setiap kubu memiliki pemimpin yang dijuluki ata bae leso yang artinya orang yang memebawah matahari yang menunjuk jalan kepada peserta caci agar unggul dan menang. Menurut Bapa Polus Tanggal Biasannya yang menjadi pemukul terlebih dahulu adalah tuan rumah dimana kampung Mbata. sedangkan tim tamu dari kampung Wae Mokel sebagai penangkis. Para pemain dari kedua kubu tersebut bergilir menjadi pemukul dan penangkis. Setelah itu para pemain dihadapkan satu lawan satu. Pemain caci dari kubu penangkis datang ke teno untuk memintah restu dan teno mengikat daster yang menutupi sebagai wajah guna melindungi dari hempasan larik yang nyasar. Sedangkan dari tim pemukul mengambil larik dan mulai mengelilingi arena pertandingan sambil menari.

Setelah tim penagkis siap, tim tuan rumah sebagai pemukul maju untuk memulai serangan. Tim penagkis mulai mengatur strategi agar tidak mengenai badan sebagai pusat pemukulan. Apabila tim pemukul mengenai sasaran maka tim pemukul bersorak dan melakukan selebrasi dengan bernyayi ataupun dengan menari. Sedangkan tim penagkis juga melakukan goyangan sebagai bentuk keperkasaan seorang lelaki dan guna menyemangati para penonton agar acara bertambah meriah. Keberadaan penonton di arena permainan juga sangat dibutuhkan. Karena dengan adanya penonton dapat memeriahkan acara dan dapat membantu memukul gong dan gendang.

 

3.2.3           Pertunjukan Berakhir

Menurut Bapa Polus waktu pertunjukan caci akan berhenti paling lambat jam 03.00-05.00 sore. Karena pada waktu itu matahari sudah mulai terbenam dan para pemain caci tak dapat melihat satu sama lain sehingga Bapa Polus Tanggal sebagai teno atau ketua adat pergi ketengah arena pertunjukan dan melakukan upacara buang bantal atau oke lesung sebagai tanda permainan caci diberhentikan sementara, keesokan hari baru dilanjutkan. Para penonton dari Desa Mbata dan Wae Mokel serta para tamu yang berkesempatan hadir diwajibkan untuk mengikuti tandak. Dimana kaum pria dan wanita membuat lingkaran besar. Salah satu dari pria atau wanita mulai mengagkat lagu dan mereka mulai menyanyi bersama-sama sambil bersahutan. Menurut Bapa Polus Fungsi dari tandak ini sebagai bentuk rasa kekeluargaan dan persatuan sebagai orang manggarai dan tandak ini juga sebagai jembatan mencari jodoh. Dimana semua kaum pria dan wanita berkumpul dan para kaum muda mulai mencari jodoh.

Keesokan hari tepat jam 06.00 pagi semua warga kampung Mbata dan Wae Mokel melakukan pawai menggelilingi kampung Mbata sebagai tanda bahwa acara caci akan dilanjutkan. Tepat jam 08.00 pagi para pemain dan penonton mulai berkumpul disekitar arena pertunjukan. Para pemain caci langsung bergegas ke arena pertunjukan. Para pemain caci memasuki arena dengan diiringi bunyi gong dan gendang.

Setelah memasuki arena, para pemain caci dari kubu tuan rumah dan kubu tamu duduk saling berhadapan sebagai bentuk persatuan. Teno langsung melakukan upacara pembukaan dan Setelah acara pembukaan gendang dibunyikan sebagai tanda caci akan dimainkan. Kedua kubu langsung saling berhadapan dan saling memberikan pukulan dan tangkisan.

Pada jam 05.00 sore teno atau ketua adat kembali ketengah arena pertunjukan dan melakukan upacara oke lesung (buang bantal) sebagai tanda pertunjukan caci diberhentikan untuk sementara. Pada malam hari dilakukan acara tandak sebagai mana dilakukan seperti hari sebelumnya.

Pukul 06.00 pagi warga kampung melakukan kelong (pawai) mengelilingi kampung dan langsung menuju tempat pertunjukan. Pada hari yang ketiga ini sedikit berbeda dengan hari sebelumnya. Tarian caci mulai jam 08.00 pagi. Setelah melakukan tarian, tepat jam 10.00 pagi permainan caci dihentikan. Semua warga kampung dan tamu undangan berkumpul untuk makan bersama dan setiap warga serta tamu undangan wajib makan sebagai rasa menghargai makanan yang sudah disiapkan oleh kampung tuan rumah. Setelah selesai makan Pertunjukan caci dimulai kembali. Kedua kubu kembali beradu ketangkasan dengan saling mencambuk dan menangkis sampai pukul 05.00 sore acara dihentikan dan dilanjutkan dengan acara tandak dan para tamu pulang tanpa pamit.

 

3.3           Pengaruh Tarian Caci terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur

3.3.1      Persatuan/Kekeluargaan

Kebersamaan dan persatuan merupakan salah satu kekhasan dalam acara tarian caci. Di mana masyarakat dapat menjalin hubungan yang lebih erat. Warga Desa Mbata dalam acara caci sangatlah memperhatikan nilai kebersamaan. setiap warga kampunng mengumpulkan hasil panen dengan sukarela tanpa melihat berapa yang diberikan. Sehingga warga Desa Mbata sangat menjunjung tinggi semangat persatuan dan kekeluargaan. Atas dasar persatuan dan kekeluargaan itulah orang-orang turut hadir untuk mengambil bagian dalam acara dan berpartisipasi untuk menyukseskan acara tarian caci.

 

3.3.2      Gotong Royong

Semangat gotong royong juga masih terlihat kental dalam kehidupan masyarakat Desa Mbata. Dimana setiap warga kampung bergotong royong membangun tenda disekitar arena pertunjukan tarian caci. Warga desa juga bergotong royong untuk memasak makanan yang akan dihidangkan untuk makan bersama. Dalam seluruh rangkaian acara, semua masyarakat bergotong royong tanpa memilih besar kecil suatu pekerjaan tersebut. Hal ini menjadi bukti bahwa budaya tarian caci sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat Desa Mbata.

 

3.3.3      Cinta Budaya

Masyarakat Desa Mbata sampai sekarang masih melakukan pertunjukan tarian caci yang diwariskan secara turun-temurun. Hal ini merupakan kesadaran setiap generasi akan cinta mereka pada budaya didaerahnya sendiri. Sikap cinta budaya ini telah ditanam oleh anak muda Desa Mbata. Mereka sangat berpartisipasi aktif dalam tarian caci tersebut. Ada yang sebagai pemain, ada yang dibagian pembantaian. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat manggarai terkhususnya di Desa Mbata sangat mencintai budayanya.

3.3.4      Solidaritas

Rasa solidaritas dikalangan masyarakat Desa Mbata sangat tinggi. Mereka saling membantu misalnya dalam pengumpulan makanan, uang dan sebagainya untuk keperluan keberlangsungan acara tarian caci tanpa memandang berapa pun yang diberikan oleh orang tersebut. Saling memberi ini sebagai bentuk rasa syukur atas reseki yang didapat.

 

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Tarian caci merupakan salah satu jenis tarian budaya Manggarai yang memiliki kekhasannya tersendiri. Tarian Caci ini sangat mementingkan nilai-nilai kehidupan sosial yang dapat memeperkukuh satu-kesatuan sebagai warga masyarakat. Tarian caci juga sebagai indentitas budaya orang Manggarai. Meskipun tarian ini berkesan kekerasan tapi orang Manggarai mementingkan nilai moral yang terbentuk dalam sikap menghargai dan tanggung jawab. Tarian caci juga memiliki keunggulan tersendiri yaitu sportifitas, keberanian, keindahan dan persauadaraan sehingga terbentuknya satu kesatuan yang unggul yang dapat menunjang perkembangan kebudayaan tarian caci di Desa Mbata tersebut. Maka dari itu, tarian caci sangatlah mempengaruhi segala aspek kehidupan soial masyarakat desa Mbata baik itu dalam semangat gotong royong, kekeluargaan, solidaritas dan cinta budaya.

 

4.2 Usul Saran

 Setelah membahas tarian caci serta pengarunya terhadap kehidupan sosial masyarakat di desa mbata, kecamatan kota komba utara, kabupaten manggarai timur, penulis menuliskan usul saran yang ditunjukan kepada;

a.     Masyarakats Desa Mbata

Mengingat perkembangan tarian caci semakin berkembang dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial, maka penulis mengharapkan kepada masyarakat desa mbata untuk semakin mengembangkan budaya tarian caci serta terus mempertahankan semangat persaudaraan, gotong royong, solidaritas dan cinta budaya sebagai bentuk rasa kekeluargaan sebagai orang manggarai.

b.     Anak muda Desa Mbata

Anak muda hendaknya terlibat aktif dalam segala kegiatan tarian caci guna mendekatkan anak muda untuk semakin mencintai budaya asli agar terciptanya rasa satu-kesatuan sebagai warga masyarakat desa Mbata.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

BUKU-BUKU

Brata, Trisnu Nugroho. Antropologi untuk SMA dan MA kelas XI. Jakarta: Erlangga, 2007.

Daeng, Hans. Antropologi Budaya. Ende: Nusa Indah, 1986.

Nggoro, Adi M. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah, 2006.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

 

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988.

Yeniningsih, Taat Kurnita. Pendidikan Seni Tari. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2018.

 

INTERNET

 

Abut, Eduardus Y. dan Kaleb Simanungkalit. “Identitas Budaya dan Maknanya dalam Tarian Caci Orang Manggarai”. https://www.academia.edu/30404681/IDENTITAS_BUDAYA-DAN_MAKNANYA_DALAM_TARIAN_CACI_ORANG_MANGGARAI diakses pada 9 Agustus 2022.

 

Endang Ratih E. W.” Pengetahuan dan Pemikiran Seni Fungsi Tari sebagai Seni Pertunjukan”. Jurnal Harmonia, Vol. 2, No. 2, Mei-Agustus 2001.

 

Ifititah, Nurul Laily, “Tari Tradisional: Sejarah, Jenis, Nama dan Daerah Asalnya”, https://Katadata.co.id,diakses pada 9 Agustus 2022.

 

Nurtanio, Agus Purwanto, “Pendidikan dan Kehidupan sosial”, https://media.neliti.com, diakses pada tanggal 9 Agustus 2022.

 

Silvester, Deni. “Tari Rakyat”, https://scribd. Com, diakses pada tanggal 9 Agustus 2022.

 

Surya, Elisabeth. “Makna Simbolik dan Fungsi Tarian Caci di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur”, skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2009.

 

WAWANCARA

 

Hasil wawancara dengan Yosep Tanggal, Warga Kampung Mbata, pada 16 juni 2022 di Mbata.

Hasil wawancara dengan Polus Tanggal, Warga Kampung Mbata, pada 16 juni 2022 di Mbata.